Selasa 18 Oct 2022 07:23 WIB

BNPB: Kabupaten Bogor Paling Tinggi Risiko Banjir dan Longsor

Tren bencana di Kabupaten Bogor dalam satu tahun bisa 387 kali kejadian.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus raharjo
Petugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengoperasikan alat berat untuk mengangkut sampah dan lumpur yang menumpuk di aliran sungai Kali Baru, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/10/2022). Normalisasi sungai tersebut sebagai langkah antisipasi banjir di musim hujan.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengoperasikan alat berat untuk mengangkut sampah dan lumpur yang menumpuk di aliran sungai Kali Baru, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/10/2022). Normalisasi sungai tersebut sebagai langkah antisipasi banjir di musim hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat secara historis Kabupaten Bogor sebagai wilayah di Indonesia yang paling tinggi risiko terjadinya banjir maupun tanah longsor.

"Kita punya 514 kabupaten kota, kalau kita runut historis kejadian bencana banjir dan tanah longsor itu dari 514 kabupaten/ kota itu paling tinggi Kabupaten Bogor," ujar Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam paparannya di acara Disaster Briefing secara daring, Senin (17/10/2022).

Baca Juga

Muhari mengatakan, tren bencana di Kabupaten Bogor dalam satu tahun bisa 387 kali kejadian. Jika dihitung setahun ada 365 hari, kata Muhari, itu berarti setiap hari ada kejadian bencana.

"Kalau 387 kali dan kita punya 365 hari dalam satu tahun artinya setiap hari kalau kita rata-rata pasti ada kejadian banjir, tanah longsor segala macam dan yang tertinggi itu adalah banjir kemudian cuaca ekstrem dan tanah longsor," ujar Muhari.

Karena itu, Muhari mengingatkan masyarakat, BPBD, dan pemerintah daerah di Kabupaten Bogor untuk meningkatkan kewaspadaannya. Begitu juga, lanjut Muhari, untuk masyarakat di wilayah Kota Bogor. Meskipun Kota Bogor dicatat sebagai wilayah yang hampir tidak memiliki risiko bencana banjir maupun tanah longsor, tetapi terjadi bencana banjir maupun tanah longsor di wilayah tersebut.

Ini disebabkan tingginya curah hujan dan faktor daya tampung lingkungan yang salah. "Jadi ini yang mungkin menjadi perhatian kita. Sama halnya kemudian dengan Kota Bogor yang trennya juga naik tetapi intensitasnya tidak setinggi Kabupaten Bogor, tetapi sama bahwa hampir 90 persen kejadian bencana yang mendominasi, baik itu kabupaten, kota provinsi maupun nasional itu adalah hidrometeorologi basah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement