Senin 17 Oct 2022 13:26 WIB

Ketangguhan Pertanian Indonesia Menghadapi Krisis Global

Dunia mengalami krisis ekonomi, krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan.

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian
Foto:

Tindakan Afirmatif

Presiden Jokowi baru-baru ini di berbagai kesempatan selalu mengingatkan ancaman krisis global tahun ini dan 2023 lebih mengerikan. Pada 2023 adalah tahun kegelapan sehingga dunia diprediksi mengalami resesi ekonomi, tak terkecuali Indonesia.

Kalau begitu, pengelolaan dan pengembangan pangan perlu menghadirkan strategi cerdas yang maju, mandiri dan modern. Sebab, handarnya krisis global tidak hanya memorak-porandakan alam, namun juga menggerus kualitas kesejahteraan manusia.

Lalu bagaimana strategi menghadapinya? Penulis sangat sepakat dengan terobosan yang didengungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Strategi menghadapi krisis global yaitu mitigasi, adaptif dan penguatan jejaring kerja (network) dan kolaborasi.

Pertama, langkah mitigasi merupakan sebuah fondasi ketangguhan sektor pertanian sebagai bantalan perekonomian. Indonesia memiliki beragam pangan lokal yang tentu dalam kondisi eksisting, jika mampu diselamatkan, minimal mengurangi dampak kerugianya akibat cuaca ekstrim, maka stok pangan nasional dalam kondisi yang tangguh. Tak hanya mencukupi kebutuhan dalam negeri, bahkan jika ada lebihnya perlu dilakukan ekspor untuk menguatkan pertumbuhan ekonomi makro.

Kedua, mendorong tumbuhnya peningkatan kemampuan adaptasi, tentu tidak hanya elemen perintah tapi juga masyarakat. Peningkatan adaptasi artinya penerapan pertanian tidak lagi menggunakan cara-cara lama, tapi harus menghadirkan inovasi dan teknologi baru yang lebih maju sehingga mampu mengurai tantangan.

Teknologi pertanian harus dihadirkan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Ancaman cuaca ekstrim global tidak hanya untuk menyelamatkan aktivitas hulu, namun juga harus memajukan kegiatan hilirisasi hingga mampu melakukan ekspor pangan. Dengan begitu, pondasi ekonomi suatu negara di tengah terpaan badai besar itu tetap tangguh karena ekonomi di tingkat masyarakat bergairah, apalagi ditopang adanya ekspor.

Ketiga, penguatan jejaring kerja (network) dengan pemangku kepentingan. Agenda ini sangat penting sebab pembangunan pertanian tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri apalagi untuk menghadapi tantangan global yang sangat mengerikan.

Karena itu, penulis menilai apa yang dilakukan Kementerian Pertanian di bawah komando Syahrul Yasin Limpo saat ini sangat tepat. Di mana, melibatkan semua komponen antara lain pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), swasta, BUMN, UMKM, pelaku usaha pangan dan pertanian lainnya bahkan lembaga pembiayaan dan lembaga pendidikan, baik secara vertikal maupun horizontal.

Agenda implementasi dari membangun network dan kolaborasi ini adalah mendorong terbuka dan terciptanya bisnis pertanian, sehingga Badan Usaha Pertanian harus dihadirkan di semua elemen. Kemudian mendukung wirausaha muda di bidang pertanian, melakukan pendampingan bagi usaha-usaha pertanian untuk ekspor dan usaha menengah dan besar, melakukan pelatihan-pelatihan dan bantuan untuk pengembangan usaha-usaha pertanian digital dan melindungi produk dan usaha pertanian nasional serta membentuk Badan Usaha Pertanian Daerah dan Badan Usaha Pertanian Kampus.

Penulis optimistis, beberapa langkah-langkah sederhana ini mampu menguatkan sektor pertanian menghadapi tantangan global. Kita harus optimistis juga bahwa apa yang dikhawatirkan terjadi pada dunia akibat krisis global, belum tentu menimpa Indonesia. Apalagi kita benar-benar menyiapkan diri dengan berbagai inovasi dan teknologi modern yang adaptif, menguatkan kolabarasi dan kelembagaan berbasis kearifan lokal, dan memperkuat kegiatan industrialisasi dari pedesaan hingga skala besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement