Rabu 12 Oct 2022 22:14 WIB

Balai BPOM Ajak Ulama Aceh Bantu Sosialisasi Bahaya Penggunaan BKO

Sosialisasi bahaya penggunaan BKO pada obat tradisional perlu terus digalakkan.

Warga melintasi poster himbauan makanan sehat bebas bahan kimia berbahaya saat edukasi keamanan pangan (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Warga melintasi poster himbauan makanan sehat bebas bahan kimia berbahaya saat edukasi keamanan pangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh mengajak para ulama di tanah rencong untuk ikut menyosialisasikan bahaya penggunaan bahan kimia obat (BKO) pada obat tradisional.

"Kita berharap para ulama, ustadz di Aceh ikut berpartisipasi melakukan sosialisasi bahaya penggunaan BKO pada obat tradisional," kata Kepala BBPOM Banda Aceh Yudi Noviandi, di Banda Aceh, Rabu (12/10/2022).

Baca Juga

Menurut Yudi, pendekatan melalui agama penting dilakukan mengingat masyarakat Aceh sangat mendengar apa yang disampaikan oleh para ulama. Selain ulama, kata Yudi, peran dari tokoh masyarakat seperti Keuchik (Kepala Desa) juga sangat dibutuhkan guna memberikan edukasi ke masyarakat bahayanya penggunaan BKO pada obat tradisional.

Tak hanya ulama dan keuchik, Yudi juga sangat mengharapkan adanya sinergitas dari pemerintah daerah dalam hal pengawasan, dan perizinan. Kemudian dari asosiasi pelaku usaha, akademisi, asosiasi profesi serta media yang kemudian disebut sebagai pentaheliks.

"Jadi sinergitas pentaheliks dalam penanganan obat tradisional yang mengandung BKO di Aceh ini sangat dibutuhkan, sehingga itu dapat kita hilangkan," ujarnya.

Yudi menyebutkan, obat tradisional yang mengandung BKO masih terdapat di Aceh. Hal itu terlihat dari temuan hasil penindakan di lapangan sejak tiga tahun terakhir.

Pada 2020 lalu BBPOM Banda Aceh menemukan satu perkara dengan jumlah temuan 1.776 pcs dengan nilai ekonomi Rp 157,4 juta lebih. Kemudian, pada 2021 terdapat empat perkara dengan jumlah temuan 9.286 pcs dan nilai ekonominya Rp 43,3 juta lebih.

Selanjutnya tahun 2022 ini terdapat satu perkara dengan temuan 3.247 pcs dengan nilai ekonomi Rp 34,2 juta lebih. "Hasil penindakan selama beberapa tahun terakhir diproses secara pro justitia, dan diberikan sanksi putusan tertinggi penjara dua tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan," katanya.

Dalam kesempatan ini, Yudi menyampaikan bahwa obat tradisional yang mengandung BKO masih terus beredar di Aceh. Ditemukan di 12 kabupaten/kota se Aceh.

Di antaranya di Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Simeulue. Yudi mengatakan, obat tradisional mengandung BKO yang beredar di Aceh tersebut rata-rata jenis pelangsing, pegal linu, rematik, obat gemuk dan yang paling banyak obat kuat.

"Dari yang kita temukan barangnya dan kita sita, dan fakta di lapangan itu lebih banyak yang mencari obat kuat itu adalah ibu-ibu," ujar Yudi.

Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk benar-benar mengedukasi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung BKO tersebut. "Semua elemen terutama dalam pentaheliks tersebut harus bergerak bersama. Karena obat tradisional yang mengandung BKO itu sangat berbahaya," ujar Yudi Noviandi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement