Rabu 12 Oct 2022 05:01 WIB

Bawaslu akan Gandeng TikTok Cegah Polarisasi Saat Pemilu

Pengguna TikTok di Indonesia tengah mengalami perkembangan yang pesat.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan keterangan pers terkait laporan tentang dugaan pelanggaran pemilu oleh Anies Baswedan lewat tabloid yang disebar di masjid di Malang, Jawa Timur, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Bawaslu memutuskan bahwa laporan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena belum ada daftar peserta Pemilu 2024.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan keterangan pers terkait laporan tentang dugaan pelanggaran pemilu oleh Anies Baswedan lewat tabloid yang disebar di masjid di Malang, Jawa Timur, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Bawaslu memutuskan bahwa laporan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena belum ada daftar peserta Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan membuat nota kesepakatan (MoU) dengan platform media sosial TikTok tentang pencegahan penyebaran konten hoaks saat gelaran Pemilu 2024. Termasuk konten yang menyinggung isu suku, agama, ras, antar golongan (SARA).

"Kita masukkan TikTok agar mau bekerja sama dengan Bawaslu agar Pemilu kita tidak terpolarisasi kencang dan tidak penuh isu politisasi SARA," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja kepada wartawan di Badung, Bali, Selasa (11/10/2022).

Baca Juga

Bagja menjelaskan, pihaknya hendak menjalin kerja sama dengan TikTok karena jumlah penggunanya sedang menanjak di Indonesia. Di sisi lain, penyebaran konten hoaks dan SARA masuk dalam salah satu indeks kerawanan pemilu.

Jika berhasil, kata dia, ini akan jadi kerja sama pertama kali antara Bawaslu dan TikTok. Sebelumnya, saat Pemilu 2019, tidak ada kerja sama lantaran TikTok belum terlalu populer di Tanah Air.

Saat Pemilu 2019, kata Bagja, pihaknya menjalin kerja sama dengan platform lain seperti Instagram, Facebook, Twitter. Kerja sama dengan platform tersebut akan diperbaharui segera untuk menjaga Pemilu 2024.

Dia menjelaskan, kerja sama dengan total sembilan platform media sosial ini akan berupaya mendorong pengelola platform menyaring konten. Pengelola harus menghentikan penyebaran konten-konten yang mengandung informasi bohong ataupun menyinggung isu SARA.

"Jika pihak platform tidak bisa, ya Kominfo yang takedown atas permintaan Bawaslu," ungkap Bagja.

Bagja pun memastikan, pihaknya tidak hanya akan meminta Kominfo menurunkan konten hoaks dan SARA yang disebar oleh peserta pemilu, tapi juga konten yang disebar oleh masyarakat biasa.

Bagja menambahkan, selain menurunkan kontennya, bakal ada pula proses hukum. Jika konten hoaks, disinformasi, dan SARA itu disebarkan sebelum masa kampanye, maka pihaknya bisa melaporkan hal tersebut ke polisi. Adapun konten yang disebar saat masa kampanye, maka akan langsung ditindak Bawaslu.

Baca juga : Rektor UGM: Kami Meyakini Keaslian Ijazah Insinyur Jokowi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement