Senin 10 Oct 2022 17:55 WIB

Wajah Membiru Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan dan Temuan Gas Air Mata Kedaluwarsa

Polri akui ada gas air mata kedaluwarsa digunakan pada terjadi tragedi Kanjuruhan.

 Petugas polisi menembakkan gas air mata saat kerusuhan setelah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, 01 Oktober 2022 (dikeluarkan pada 02 Oktober 2022). Sedikitnya 131 orang termasuk polisi tewas dalam tragedi ini. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/H. PRABOWO
Petugas polisi menembakkan gas air mata saat kerusuhan setelah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, 01 Oktober 2022 (dikeluarkan pada 02 Oktober 2022). Sedikitnya 131 orang termasuk polisi tewas dalam tragedi ini. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wilda Fizriyani, Bambang Noroyono, Flori Sidebang 

Saat memberikan keterangan pers seusai penetapannya sebagai tersangka dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris meminta adanya pengusutan usut jenis gas air mata yang digunakan aparat. Pengusutan termasuk autopsi terhadap para korban meninggal yang dicurigainya akibat gas air mata.

Baca Juga

"Saya mohon atas nama kemanusiaan. Saya tidak menunjuk siapa pun, atas nama kemanusiaan dari lubuk hati paling dalam, saya minta diperiksa gas air mata itu, gas air mata seperti apa," ucap Abdul Haris kepada wartawan di Kantor Arema FC, Kota Malang, Jumat (7/10/2022) malam. 

Abdul Haris teringat momentum yang nyaris sama saat Aremania terkena tembakan gas air mata pada sebuah laga Arema FC pada 2018 lalu. Saat itu, banyak Aremania yang bergeletakan, tetapi masih bisa bertahan dengan diberikan kipas dan air.

Namun, pada tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu, pihak panpel mengaku tidak bisa melakukan tindakan apa pun terhadap korban. Bahkan, menurut Abdul Haris, banyak korban yang wajahnya membiru akibat gas air mata.

Melihat kondisi tersebut, Abdul Haris pun meminta para Aremania yang meninggal bisa diautopsi. Hal ini untuk memastikan penyebab kematian para Aremania karena gas air mata atau berhimpitan. Dia sangat memohon agar pihak berwenang bisa mengusut masalah tersebut.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengakui bahwa pihaknya telah menerima informasi mengenai penggunaan gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan. Namun, Anam menyebut, masih harus dilakukan pendalaman terkait informasi tersebut.

"Ya jadi soal yang daluwarsa itu informasinya memang kita dapatkan, tapi memang perlu pendalaman," kata Anam dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/10/2022).

Meski demikian, menurut Anam, hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengusutan tragedi ini adalah mengenai dinamika di lapangan seusai laga pertandingan Arema FC melawa Persebaya. Ia mengungkapkan, pemicu utamanya, yakni penggunaan gas air mata yang menimbulkan kepanikan para suporter.

Sehingga, lanjutnya, banyak suporter dari Arema FC atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar dan berdesak-desakan dengan kondisi mata yang sakit, dada yang sesak, susah nafas, dan sebagainya. Sedangkan, pintu yang terbuka kecil. Akibatnya, mereka berhimpit-himpitan hingga mengakibatkan kematian.

"Jadi eskalasi yang harusnya sudah terkendali, kalau kita lihat dengan cermat itukan terkendali sebenarnya, itu terkendali, tapi semakin memanas ketika ada gas air mata. Nah, gas air mata inilah yang penyebab utama adanya kematian bagi sejumlah korban," jelas Anam.

Selain itu, dia melanjutkan, hal yang tak kalah penting, yakni terkait kuota penonton dalam stadion tersebut, termasuk juga sistem pengawasannya. Ia menilai, hal tersebut menambah konteks dalam melihat tragedi di Stadion Kanjuruhan.

"Itu yang juga didalami. Karena tidak bisa kasus ini hanya dilihat sepotong-sepotong, dia harus lengkap. Termasuk juga pengawasan yang dilakukan oleh perangkat PSSI atau perangkat LIB yang datang dua hari sebelum hari H. Itu juga harus dilihat. Itu juga sedang kita dalami," tutur dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement