Senin 10 Oct 2022 13:23 WIB

KPK: Saksi Boleh Mengundurkan Diri, tapi Bukan Berarti Mangkir

KPK mengeklaim panggilan pemeriksaan terhadap istri dan anak Lukas sesuai aturan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perkembangan sejumlah perkara yang sedang ditangani penyidik, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/6/2022). Saat ini KPK melakukan pengembangan penyidikan sejumlah kasus diantaranya kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pelaksanaan berbagai proyek di Pemkab Mamberamo Tengah Provinsi Papua, kasus OTT pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta dan kasus korupsi pembangunan gereja di Mimika, Papua.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perkembangan sejumlah perkara yang sedang ditangani penyidik, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/6/2022). Saat ini KPK melakukan pengembangan penyidikan sejumlah kasus diantaranya kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pelaksanaan berbagai proyek di Pemkab Mamberamo Tengah Provinsi Papua, kasus OTT pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta dan kasus korupsi pembangunan gereja di Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menegaskan, saksi memang boleh mengundurkan diri jika memiliki hubungan darah dengan tersangka, tapi tetap wajib memenuhi panggilan tim penyidik. Hal itu merespons pernyataan kuasa hukum istri dan anak Gubernur Papua, Lukas Enembe, yakni Yulce Wenda serta Astract Bona Timoramo Enembe yang menolak sebagai saksi dalam penyidikan dugaan suap dan gratifikasi di Papua.

"Saksi boleh mengundurkan diri ketika diperiksa untuk tersangka yang masih ada hubungan keluarga. Namun, bukan berarti mangkir tidak mau hadir, karena kehadiran saksi merupakan kewajiban hukum," kata Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/10/2022).

Baca Juga

Ali memastikan, penyidik akan mempertimbangkan keinginan istri dan anak Lukas. Namun, keduanya harus terlebuh dahulu memenuhi panggilan pemeriksaan, hal ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum.

"Jika merasa tidak tahu menahu terkait perkara tersebut, maka seluruh keterangannya silakan sampaikan langsung dihadapan penyidik oleh saksi, bukan oleh pihak lain," jelas Ali.

Ali mengatakan, panggilan pemeriksaan terhadap Yulce Wenda serta Astract Bona Timoramo Enembe sudah sesuai aturan yang berlaku. Menurut dia, jika istri dan anak Lukas bersikap kooperatif, maka proses penegakkan hukum menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien.

"KPK pun meyakinkan, dalam penanganan perkara ini, kami menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, tim hukum dan advokasi Gubernur Papua, Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022). Kedatangan mereka untuk menyampaikan dari istri dan anak Lukas, yakni Yulce Wenda serta Astract Bona Timoramo Enembe yang menolak menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi di Papua.

"Ibu Lukas Enembe (Yulce) dan anaknya Bona menggunakan hak-hak konstitusionalnya, hak-hak hukumnya untuk menolak didengar keterangannya sebagai saksi," kata anggota tim hukum dan advokasi Lukas, Petrus Bala Pattyona kepada wartawan, Senin.

Petrus menjelaskan, dasar penolakan itu diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 168 ayat 2 KUHAP. Ia menyebut, dalam beleid itu menyatakan bahwa anggota keluarga inti, seperti istri dan anak berhak menolak memberikan keterangan kepada penyidik karena memiliki hubungan darah dengan tersangka.

"Jadi, intinya kami menolak, dan setelah surat itu (disampaikan ke KPK), kami atas nama ibu Lukas Enembe dan anaknya Bona menyampaikan penolakan, dan penolakan itu memang diatur secara tegas dalam undang-undang, yaitu hak yang diberikan oleh undang undang. Jadi memang kedatangan kami hanya menyampaikan hal itu," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement