Senin 10 Oct 2022 11:29 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil: Tragedi Kanjuruhan Kejahatan Tersistematis

Terjadi mobilitas terstruktur pada saat pertengahan babak kedua oleh aparat polisi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). Polda Jatim mencatat jumlah korban jiwa dalam kerusuhan tersebut sementara sebanyak 127 orang.
Foto:

Kedua, saat pertandingan selesai, memang ada fakta sejumlah suporter yang masuk ke lapangan. Namun dari penelusuran Tim Koalisi Sipil, dikatakan, para suporter yang masuk ke lapangan tak melakukan pengancaman terhadap para official, dan pemain. Para suporter yang masuk ke lapangan tersebut, diketahui hanya bermaksud memberikan dukungan, dan motivasi kepada para pemain Arema yang mengalami kekalahan 2-3 dari Persebaya dalam pertandingan tersebut.

Akan tetapi reaksi pengamanan dari kepolisian pada saat itu, dinilai berlebihan dengan pengerahan pasukan yang berujung pada tindak kekerasan terhadap para suporter di lapangan. “Hal itulah yang kemudian memicu para suporter lain turun ke lapangan, untuk menolong suporter yang mengalami tindak kekerasan itu,” begitu ujar Rivanlee.

Ketiga, Tim Koalisi Sipil tak menemukan adanya upaya pencegahan dengan cara lain yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam pengendalian suporter pada saat peristiwa itu. Tim Koalisi Sipil mengacu pada Perkap 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan, pengamanan Polri mengharuskan adanya sejumlah tahap untuk merespona setiap eskalasi.

Akan tetapi, dalam tragedi Kanjuruhan tahapan-tahapan tersebut disamping, dengan langsung melakukan tindakan kekerasan berupa pemukulan, dan penganiayaan, sampai pada penggunaan gas air mata yang dilarang.

Keempat, pada saat eskalasi pengendalian suporter semakin meninggi, bukan cuma aparat kepolisian yang menjadi pasukan utama dalam melakukan kekerasan. Tim Koalisi Sipil juga menemukan fakta sejumlah anggota militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang turut terlibat melakukan bentuk kekerasan serupa. “Mulai dari pemukulan, penendangan, penyeretan, dan bentuk kekerasan lainnya,” begitu kata Rivanlee.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement