Rabu 05 Oct 2022 19:12 WIB

Tragedi Kanjuruhan, Dede Yusuf: Tak Cukup Dukacita, Harus Ada Tanggung Jawab

Dede mempertanyakan kekerasan oleh aparat dan penggunaan gas air mata.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
 Seorang penggemar sepak bola memasuki lapangan saat petugas polisi berjaga-jaga selama kerusuhan setelah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, 01 Oktober 2022 (dikeluarkan pada 02 Oktober 2022). Sedikitnya 127 orang termasuk polisi tewas setelah suporter sepak bola Indonesia memasuki lapangan yang menyebabkan kepanikan dan injak-injak.
Foto: EPA-EFE/H. PRABOWO
Seorang penggemar sepak bola memasuki lapangan saat petugas polisi berjaga-jaga selama kerusuhan setelah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, 01 Oktober 2022 (dikeluarkan pada 02 Oktober 2022). Sedikitnya 127 orang termasuk polisi tewas setelah suporter sepak bola Indonesia memasuki lapangan yang menyebabkan kepanikan dan injak-injak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyayangkan penggunaan gas air mata pada pertandingan di Stadion Kanjuruhan. Padahal sudah sejak lama FIFA melarang penggunaan gas air mata itu di arena pertandingan karena dampaknya bukan cuma menghalau, tapi juga membuat sesak napas.

“Mengapa aparat menggunakan kekerasan yang begitu represif? Bahkan menggunakan gas air mata,” katanya pada Rabu (5/10/2022).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan, terjadi berbagai tindakan represif aparat dalam kejadian yang menewaskan lebih dari 125 orang tersebut. Ini adalah sebuah bencana bagi dunia olahraga. "Banyak orang tua kehilangan anaknya, anak-anak kehilangan orang tuanya dan tidak sedikit korban jiwa datang dari generasi muda harapan bangsa,” kata dia.

Ia menambahkan, peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu itu tercatat menjadi tragedi yang menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah kerusuhan di stadion sepakbola. "Total ada 448 korban dalam Tragedi Kanjuruhan dengan perincian 302 orang mengalami luka ringan, 21 orang luka berat dan 125 orang meninggal dunia. Kabar terbaru, jumlah korban kini pun bertambah," kata dia.

Menurut Dede, dalam kasus ini harus ada pertanggungjawaban dari stakeholder terkait. Khususnya, kata Dede, pihak-pihak yang terlibat pada penyelenggaraan pertandingan tersebut.

“Kita tidak boleh selesai hanya sampai dukacita. Harus ada yang tanggung jawab. Panitia pelaksana, PSSI, lantas aparat atas tindakan represifnya hingga sampai seperti itu,” kata dia.

Sebelumnya diketahui, Pada Sabtu (1/10), terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.

Berdasarkan data terakhir, menyebutkan bahwa korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sebanyak 125 orang. Selain itu, dilaporkan sebanyak 323 orang mengalami luka pada peristiwa itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement