REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Polri belum menetapkan satu pun tersangka terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim). Proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, sampai Selasa (4/10) malam, baru sebatas melakukan pemeriksaan personel pengamanan pertandingan, dan pengumpulan bukti-bukti dari olah tempat kejadian perkara (TKP).
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, ada potensi dugaan pelanggaran etik yang dilakukan personel keamanan, yang menyebabkan tewasnya ratusan penonton laga pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10) itu. Dedi menerangkan, tim gabungan kepolisian maraton melakukan pemeriksaan terhadap 29 orang.
“Yang diperiksa ini rinciannya 23 dari anggota Polri yang bertugas pada saat pengamanan di Stadion Kanjuruhan. Kemudian 6 saksi dari panitia penyelenggaraan pertandingan,” begitu kata Dedi, di Malang, Selasa (4/10).
Rangkaian pemeriksaan tersebut, sudah dilakukan sejak Senin (3/10) kemarin. Tetapi sampai saat ini, Polri, belum ada mengumumkan penetapan satu pun tersangka atas tewasnya ratusan orang dalam peristiwa nahas tersebut.
“Nanti pada saatnya, setelah proses pemeriksaan, permintaan keterangan, dan pengumpulan barang-barang bukti, serta keterangan ahli dilakukan, kita akan tetapkan tersangka, dan langsung melakukan pemeriksaan terhadap tersangka,” begitu kata Dedi.
Dedi menjelaskan sebagai tanggung jawab institusi atas tragedi di Kanjuruhan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada Senin (3/10) malam, sudah mencopot AKBP Ferli Hidayat selaku Kapolres Malang. Sementara 23 personel pengamanan dari kepolisian, sampai Selasa (4/10) masih dalam pemeriksaan oleh tim Inspektorat Khusus (Itsus), dan Propam Polri.
Dari 23 personel yang diperiksa tersebut, Dedi menegaskan, Kapolri, pun sudah memerintahkan agar Kapolda Jatim, Irjen Nico Afinta melakukan pencopotan jabatan terhadap sembilan nama. Mereka yang dicopot tersebut, merupakan para komandan dari satuan Brimob Polda Jatim yang turut serta bertangggung jawab atas tragedi di Kanjuruhan itu.
“Ini masih terus didalami oleh Itsus dan Propam, terkait masalah kode etik dalam pelaksanaan tugas pengamanan di Stadion Kanjuruhan,” begitu kata Dedi menambahkan.
Dedi, pada Senin (3/10) malam menyampaikan puluhan personel yang diperiksa tersebut, diketahui sebagai pelontar gas air mata ke tribun penonton yang menjadi sebab banyaknya korban tewas. Sembilan komandan Korps Brimob yang sudah dicopot itu di antaranya satu Komandan Batalyon (Danyon) Brimob AKBP Agus Waluyo. Tiga Komandan Kompi (Danki) AKP Hasda Darmawan; AKP Untung Sudjadi; AKP Danang Sasongko. Lima Komandan Peleton (Danton) Aiptu Solikin; Aiptu M Samsul; AKP Nanang Fitrianto; Aiptu Budi Purnanto; dan Aiptu M Solikin.
Sementara untuk proses penyidikan lanjutan, kata Dedi menerangkan, tim gabungan sudah melakukan oleh tempat kejadian perkara (TKP). Pun penyidik dari tim forensik digital mulai melakukan telaah dan analisa enam kamera perekam CCTV yang di dalam dan di luar stadion. Hal yang yang menjadi acuan penyidik untuk menengok rekaman tragedi tewasnya ratusan orang itu bersumber dari CCTV di pintu 3, 9, 10, 11, 12, dan 13 Stadion Kanjuruhan. “Kenapa di enam titik tersebut karena di enam titik tersebut, dinilai tempat jatuhnya banyak korban,” ujar Dedi.
Selain itu, Dedi memastikan hasil identifikasi korban kematian dalam tragedi di Kanjuruhan, tetap mengacu pada hasil pendataan oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri. Kata Dedi, angka kematian dari tragedi Kanjuruhan masih tercatat 125 orang.
Jumlah kematian tersebut, termasuk dua anggota Polri yang turut melakukan pengamanan. Sedangkan korban luka-luka yang masih dalam perawatan ringan dan serius, tercatat sebanyak 467 orang. Angka kematian itu berbeda dari hasil pencatatan tim di Posko Postmortem Crisis Center Dinas Kesehatan Malang, yang mendata korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan sebanyak 131 orang.