REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kesehatan puluhan juta masyarakat sebagai konsumen air minum dalam kemasan (AMDK) galon jadi pertaruhan.
Ngototnya pengusaha menolak rancangan regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan melabeli galon polikargonat berbahan Bisphenol A (BPA), dinilai lebih mengutamakan profit bisnis sendiri ketimbang kesehatan konsumen AMDK di Indonesia.
Tak heran, sejumlah pakar dan organisasi lingkungan makin keras menyuarakan desakan agar BPOM segera mempercepat pelabelan galon guna ulang.
Sejumlah aktivis yang resah melihat perlawanan untuk menjegal regulasi pelabelan BPOM, kemudian bergerak membangun kampanye ‘Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK’.
Gerakan ini dimotori organisasi lingkungan seperti Net Zero Waste Management Consortium, Jejak Sampah, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dan Koalisi Pejalan Kaki.
Langkah awal gerakan ini dilakukan dengan edukasi masyarakat melalui kampanye sosialisasi bertajuk “BP-A Labeling: Pencegahan Risiko Terpapar BP-A Kemasan AMDK” dalam bentuk Interactive Talk-Show, saat acara Car Free Day, Ahad (2/10/10).
“Galon polikarbonat itu jumlahnya 96 persen dari seluruh galon yang beredar di Indonesia,” kata Sondang Widya Estikasari, Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan BPOM, yang menjadi salah satu narasumber dalam acara tatap muka bersama masyarakat tersebut. Artinya, masyarakat tak banyak diberi pilihan selain galon polikarbonat berbahan BPA.
Sondang menekankan kembali bahaya BPA pada kesehatan manusia, dari berpotensi menyebabkan infertilitas, gangguan autisme, hiperaktif, bahkan obesitas.
Dengan globalisasi dan temuan pada jurnal-jurnal kesehatan terbaru, banyak informasi yang dulu belum ditemukan, sekarang semakin bermunculan. “BPOM juga harus meningkatkan perhatiannya,” kata Sondang.
Hasil pengawasan BPOM sendiri menunjukkan bahwa tren migrasi BPA dari galon polikarbonat yang beredar sudah masuk tahap mengkhawatirkan.
“Migrasi BPA yang sudah masuk tahap mengkhawatirkan itu ditemukan di hampir 47 persen dari produk di sarana peredaran dan 30,91 persen di sarana produksi yang kita sampling,” kata Sondang.
Berdasar temuan BPOM, Sondang juga memaparkan air minum di dalam AMDK galon yang beredar di pasaran terdeteksi kandungan BPA sebanyak 8,67 Persen.
“Bahkan, berdasar sampel air yang diambil dari peredaran dan kami uji itu, dideteksi BPA sebesar 8,67 persen, dan dideteksi pula BPA sebesar 5 persen pada sampel yang diambil dari sarana produksi. Jadi terbukti memang ada BPA di dalam AMDK,” kata Sondang.
“Sambil menunggu peraturan pelabelan berproses, BPOM terus melakukan sosialisasi untuk menjelaskan ke masyarakat bahwa BPA memang sudah menjadi perhatian terkait masalah kesehatan,” kata Sondang.
Pada kesempatan yang sama, akademisi dari Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan, Departemen Kimia, FMIPA Universitas Indonesia Dr Budiawan, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan timnya dan menurutnya sejalan dengan potensi gangguan kesehatan yang ramai dipublikasikan selama ini.
“Berdasarkan hasil penelitian saya dan kawan-kawan, efek BPA memang menguatkan dugaan yang sudah ada selama ini, yakni bisa menimbulkan gangguan pada hati, ginjal, kelenjar air susu ibu, hingga memengaruhi kesuburan orang yang terpapar,” kata Budiawan.