REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM berat Masa Lalu (PPHAM), Prof Makarim Wibisono mengungkapkan, timnya tak memprioritaskan kasus HAM tertentu. Ia menyatakan timnya mendalami semua kasus HAM yang ada.
Prof Makarim menyampaikan, timnya sudah mempunyai rencana kerja awal. Dalam rencana itu, tak ada prioritas kasus mana yang harus didahulukan.
"Kita kan ketahui, rapat perdana sudah dilakukan di Surabaya. Dalam kesempatan itu disampaikan dalam tim ini coba memberi perhatian pada semua kasus bersama-sama," kata Makarim kepada Republika.co.id, Kamis (29/9/2022).
Makarim menegaskan, pendalaman setiap kasus HAM berat penting demi mendapat pandangan yang komprehensif. "Di saat memulai ini perhatian kepada semua isu sama agar kita bisa punya gambaran lengkapnya," kata dia.
Prof Makarim menyebut, setelah pendalaman dan penggalian keterangan maka baru bisa mengklasifikasi kasus HAM berat. Klasifikasinya didasarkan tingkat perkembangan kasus yang berpeluang mencapai penyelesaian.
"Hasil dari kajian itu akan ketahuan kemudian mana (kasus HAM berat) hal yang maju, mana hal yang kemudian tidak bergerak. Kita akan lihat mana yang perlu diperhatikan lebih besar pada isu tertentu," ujar Makarim.
Selain itu, Makarim mengungkapkan, laporan Komnas HAM akan menjadi salah satu rujukan tim PPHAM. Laporan itu akan membuat tim PPHAM setidaknya mempunyai gambaran awal tentang kasus HAM berat.
"Ya, kalau hemat kita itu laporan Komnas HAM kan sudah dibukukan. Siapapun orang bisa baca itu. Jadi kita bisa membacanya karena terbuka untuk umum," kata Makarim.
Makarim juga menjamin upaya pengumpulan informasi akan dilakukan tim PPHAM lewat jalur yang ada tanpa harus melanggar hukum. "Kita mulai dari hal-hal yang terbuka yang bisa diakses dan mudah didapatkannya, kita tak ada keinginan untuk mencoba hal yang bertentangan dengan hukum.
Presiden Joko Widodo membentuk tim PPAHM untuk mengungkap dan menyelesaikan secara non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu. Mereka bekerja berdasar data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai 2020. Tim PPAHM juga bertugas untuk merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak kembali terulang di masa yang akan datang.
Tercatat ada 13 kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih ditangani Komnas HAM. Yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998.
Kemudian, peristiwa Wasior Wamena, Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Simpang KAA 1999, Jambu Keupok 2003, Rumah Geudang 1989-1998, dan Kasus Paniai 2014.