REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Lampung, Edi Kurniadi mengatakan, penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) diperketat untuk mencegah kekerasan dalam Lapas. Selain itu, mengupayakan kegiatan keagamaan dan kerohanian untuk mengantisipasi kekerasan di Lapas.
“Juga dilakukan pendekatan secara humanis dan pemberian edukasi (kepada warga binaan),” kata Edi dalam keterangan persnya, Rabu (28/9/2022).
Dia mengatakan, pengetatan penjagaan dalam Lapas sebagai upaya mencegah adanya kekerasan antarwarga binaan, petugas, dan lainnya. Diharapkan, laporan kekerasan yang terjadi di Lapas Anak Bandar Lampung tidak terjadi lagi.
Menurut dia, saat ini sudah diperkenankan kunjungan langsung di Lapas. Artinya, beban dari warga binaan semakin berkurang tatkala bertemu dengan keluarganya karena kerinduan telah terobati. Sekira dua tahun terakhir, kunjungan kepada warga binaan masih dilarang karena masa pandemi Covid-19.
Pada dasarnya, kata dia, warga binaan yang baru masuk Lapas masih merasa belum nyaman dan harus dipaksakan berada pada lingkungan yang tidak dikehendaki. Selain itu, hilangnya kebebasan bergerak seperti di luar jelas berdampak pada hal-hal yang negatif.
Untuk itu, upaya mencegah dan mengantisipasi kegiatan negatif dalam Lapas selain meningkatkan penjagaan dari petugas juga melakukan pendekatan kegiatan keagamaan, kemandirian, keterampilan, pembinaan lainnya. Kepada petugas, Edi mengingatkan tindakan tegas akan diambil kepada petugas yang melakukan kekerasan kepada warga binaan. Begitu juga jika ada kejadian antarwarga binaan.
Data yang dilansir sdppublik.ditjenpas.go.id, September 2022, di lingkungan Kanwil Kemenkumham Lampung terdapat 16 Lapas, 1 Lapas Perempuan, 1 Lapas Anak, 6 Rutan, dan 1 Lapas Narkotika. Sedangkan jumlah penghuni 16 Lapas dan Rutan tersebut 6.682 orang laki-laki dan 41 orang perempuan.
Pada Juli lalu, seorang narapidana, Rio Febrian (17 tahun), meninggal dunia setelah dikeroyok sesama napi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas IIA Lampung. Keluarga korban menyesalkan pihak LPKA terlambat memberitahu keluarga korban atas pengeroyokan tersebut.
Rio meninggal setelah 45 hari menjalani hukuman di LPKA Kelas IIA Lampung. Di tubuh Rio, ditemukan luka lebam yang menyebabkannya sekarat dan meninggal dunia.
Pihak LPKA baru memberitahu keluarga korban setelah Rio menjalani pengobatan luka lebam. Saat itu, Rio hanya bisa duduk di kursi roda dan tidak dapat bicara lagi.
Rio dipenjara terkait kasus kenakalan remaja. Ia dikeroyok rekan sesama napi satu sel setempat sepekan sebelum ia meninggal. Rio menderita lebam di tubuh dan kepala.