REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membawa 1.308 perkara lingkungan hidup baik pidana dan perdata ke pengadilan dalam beberapa tahun terakhir. Langkah itu untuk memastikan pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, KLHK berkomitmen melakukan penegakan hukum untuk mewujudkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. "Kami sudah membawa penegakan hukum kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan sebanyak 1.308 kasus ke pengadilan baik melalui penegakan hukum pidana maupun perdata. Ini komitmen negara, komitmen KLHK," ujar dia dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (27/9/2022).
Dia mengatakan, KLHK sejak 2015 telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif kepada perusahaan yang tidak patuh hukum dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan. Dari angka itu, 706 di antaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan.
Kasus terbaru
Dia mengatakan, KLHK dalam kasus terbaru telah melakukan penindakan hukum terhadap dua tersangka dari Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) yang diduga melakukan pencemaran lingkungan di wilayah operasinya di Kabupaten Bengkalis Riau. Dua tersangka, yakni AN selaku general manager dan EK selaku direktur dari PT SIPP sebagai tersangka.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan pembuangan limbah secara langsung dan pengolahan IPAL yang tidak sesuai dengan UKL/UPL serta tidak memiliki perizinan pengelolaan limbah dan limbah B3. Keduanya terancam hukuman penjara 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Kini, AN telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri dan EK di Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat. "Kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara," katanya.
Ia berencana mengenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dalam kasus pencemaran lingkungan PT SIPP di Kabupaten Bengkalis, Riau untuk membantu pemulihan lingkungan di kawasan tercemar. "Saya minta kepada penyidik untuk melakukan penegakan hukum dan mendalami penyidikan terkait tindak pidana korporasinya termasuk juga pengenaan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan bagi pemulihan lingkungan," kata dia.
Pengenaan pidana tambahan itu dilakukan karena PT SIPP diduga melakukan tindakan yang mengorbankan lingkungan hidup demi mendapatkan keuntungan. "Saya akan meminta mendalami juga tindak pidana pencucian uang kepada pelaku kejahatan ini," katanya.
Kepala Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup KLHK Anton Sardjanto mengatakan bahwa penindakan terhadap PT SIPP merupakan tindak lanjut atas laporan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis. Perusahaan tersebut telah beberapa kali melakukan pelanggaran dan telah dikenai sanksi administrasi oleh pemerintah daerah setempat. Perizinan berusaha dari perusahaan itu juga telah dicabut.
Namun, PT SIPP terbukti tidak patuh terhadap sanksi yang telah dijatuhkan dan terus beroperasi. Dia menjelaskan bahwa PT SIPP melakukan pembuangan limbah secara langsung, pengolahan IPAL yang tidak sesuai dengan UKL/UPL dan tidak memiliki perizinan pengelolaan limbah dan limbah B3.
Selain itu juga diketahui fakta bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIPP pernah mengalami kerusakan sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil analisa sampel laboratorium diketahui bahwa air sungai juga telah tercemar. "PT SIPP membuang air limbah tanpa izin ke media lingkungan hidup," kata Anton.