REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan bahwa para pemilih muda, yakni orang yang berusia 17 hingga 39 tahun, menuntut tiga kompetensi utama yang harus dimiliki oleh presiden periode 2024-2029. Ketiganya, yakni kemampuan membuat perubahan (28,7 persen), kemampuan memimpin di saat krisis (21,0 persen), dan kemampuan membuat kebijakan yang inovatif (12,2 persen).
"Selain itu, kemampuan membuat anggaran yang tepat sasaran 12,2 persen, kemampuan memutuskan kebijakan yang cepat 7,3 persen, kemampuan berkolaborasi dengan dunia usaha 4,2 persen," ujar Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes lewat rilis daringnya, Senin (26/9).
Selanjutnya adalah kemampuan perencanaan dan eksekusi kebijakan (4,1 persen), kemampuan berkolaborasi di tingkat global (2,6 persen), dan kemampuan membuat kebijakan yang populis (1,3 persen). Kemudian, kemampuan menggerakkan birokrasi (1,3 persen) dan kemampuan retorika dan persuasi publik (0,3 persen).
CSIS juga memaparkan karakter pemimpin yang diminati oleh para pemilih muda. Mayoritas responden menilai bahwa Indonesia membutuhkan karakter pemimpin yang jujur dan tidak korupsi.
"Jujur dan tidak korupsi 34,8 persen. Merakyat dan sederhana 15,9 persen. Ketegasan atau berwibawa 12,4 persen," ujar Arya.
Selanjutnya adalah prestasi atau kinerja saat memimpin (11,6 persen), pengalaman memimpin (10,1 persen), kecakapan memimpin (6,7 persen), taat beragama (4,1 persen), dan cerdas atau pintar (3,6 persen). Adapun 0,5 persen lainnya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
CSIS menyoroti preferensi pemilih muda karena demografi menjelang Pemilu 2024 akan mengalami perubahan. Arya mengatakan, Pemilu 2024 akan memasuki era baru karena proporsi pemilih muda dengan rentang usia 17 sampai 39 tahun diprediksi mendekati 60 persen.
"Indonesia masuki era baru dalam Pemilu 2024 yang ditandai dengan karakter pemilih muda yang dinamis, adaptif, dan perhatian pada isu-isu domestik dan global, seperti kesehatan, lingkungan, ketenagakerjaan, demokrasi, dan pemberantasan korupsi," ujar Arya.
Era baru tersebut juga akan menandai perubahan arah kebijakan politik setelah 2024. Perubahan itu karena pemilih muda yang lebih responsif terhadap berbagai kebijakan pemerintah, seperti di sektor kesehatan, lingkungan, dan ketenagakerjaan.
Hal tersebut akan membuat proses pembuatan kebijakan harus kolaboratif dan mendengarkan aspirasi eksternal. Era baru tersebut juga akan memunculkan animo pemilih muda untuk aktif dalam politik formal, seperti mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
"Namun, belum tersedia mekanisme politik di internal partai yang memungkinkan mereka berpartisipasi aktif. Seperti masih rendahnya ketertarikan mereka menjadi kader atau anggota partai," ujar Arya.
Di samping itu, persepsi pemilih muda terhadap kepemimpinan nasional juga mengalami perubahan yang besar dibandingkan dua pemilu sebelumnya. Dalam Pemilu 2024, pemilih muda menyukai pemimpin yang bersih, anti korupsi, inovatif, dan mampu memimpin dalam situasi krisis.
"Ke depan, visi pemimpin 2024 soal isu-isu kesehatan, lingkungan, ketenagakerjaan, demokrasi, dan pemberantasan korupsi akan mempengaruhi arah dukungan atau pilihan anak muda," ujar Arya.
CSIS memaparkan enam isu strategis yang menjadi perhatian bagi pemilih muda. Teratas adalah isu kesejahteraan masyarakat (44,4 persen) dan lapangan pekerjaan (21,3 persen).
"Pemberantasan korupsi 15,9 persen, demokrasi dan kebebasan sipil 8,8 persen, kesehatan 6,2 persen, dan lingkungan hidup 2,3 persen," ujar Arya.
CSIS melakukan surveinya pada 8 hingga 13 Agustus 2022 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang. Populasi survei adalah penduduk Indonesia yang tersebar di 34 provinsi dan berusia 17-39 tahun.
Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dan wawancara dilakukan secara tatap muka menggunakan kuesioner oleh enumerator. Margin of error sebesar 2,84 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.