REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas, meminta kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk bertanggung jawab atas akuntabilitas data tenaga honorer. Selain melalui surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh PPK, data yang akan diserahkan ke pemerintah pusat harus diumumkan dan dilakukan audit oleh lembaga yang berwenang seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"PPK dan perangkatnya harus memiliki tanggung jawab menjaga akuntabilitas data, jadi SPTJM harus ditanda tangan PPK selain juga harus diumumkan dan dilakukan audit oleh lembaga yang berwenang, misal BPKP untuk menjamin akuntabilitas data yang ada," ujar Anas kepada Republika, Ahad (25/9/2022).
Anas menerangkan, pada prinsipnya pendataan data honorer itu hanya untuk mengetahui jumlah dan potensi tenaga honorer, bukan untuk pengangkatan mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN). Namun, dia memahami, proses pendataan tersebut sangat memungkinkan untuk dimanipulasi. Untuk itu, langkah penandatanganan SPTJM dan audit oleh lembaga yang berwenang penting untuk dilakukan.
"Pada prinsipnya pendataan ini bukan untuk pengangkatan jadi ASN tapi hanya untuk mengetahui jumlah dan potensi tenaga non ASN walaupun isunya jadi kurang pas seolah olah mereka akan diangkat. Namun demikian walaupun ini sifatnya pendataan memungkinkan dimanipulasi," jelas dia.
Sementara itu Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama, menyatakan, data tenaga honorer yang sudah terkumpul sejauh ini akan dikembalikan ke pemerintah daerah untuk diverifikasi ulang oleh kepala daerah selaku PPK instansi. Setelah itu, hasilnya harus diumumkan dan disampaikan kembali dengan SPTJM ke BKN. Jika data dan informasi yang disampaikan tidak benar, maka akan memiliki dampak hukum.
"Kalau data dan informasi yang disampaikan tidak benar (akan berdampak hukum)," terang Satya.