REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi meminta, KPK tetap bekerja profesional dalam mengusut dugaan korupsi dan gratifikasi yang menyeret nama Gubernur Papua Lukas Enembe. KPK juga diminta tidak terpengaruh isu lain yang dimainkan pendukung Lukas Enembe demi memberantas praktik rasuah di tanah Papua.
"Kita berharap KPK tetap berani mengusut kasus korupsi Lukas Enembe ini, apalagi sudah ada support dari pemerintah seperti yang dikatakan Menkopolhukam Pak Mahfud MD. Kita ingin Papua tetap bebas korupsi demi kesejahteraan rakyatnya," kata Muradi kepada wartawan, Rabu (21/9/2022).
Demo besar-besaran yang digelar oleh pendukung Lukas Enembe di Kota Jayapura, menurut dia, tidak akan mengubah sikap KPK dalam mengusut kasus korupsi ratusan miliar yang diduga dilakukan oleh Lukas Enembe. Terlebih faktanya, ternyata tidak besar juga pendukung Lukas Enembe terhadap mayoritas rakyat Papua.
Terbukti menurut dia, isu kriminalisasi Lukas Enembe juga tidak banyak didukung rakyat Papua. Karena itu, Muradi sempat mensinyalir, pendukung Lukas Enembe akan memainkan isu kedaerahan, seperti diskriminasi rakyat Papua hingga soal separatis Papua.
Namun kembali, dia menegaskan, apabila isu itu juga dimainkan, KPK tetap tidak perlu goyah. "Korupsi miliaran uang yang diperuntukkan kesejahteraan rakyat Papua itu tetap harus diusut," tegasnya.
Sebetulnya, ia berkeyakinan, kehadiran aparat keamanan baik TNI dan Polri yang sudah berjaga di Papua saat ini dinilai sudah bisa mengatasi permainan isu pendukung Lukas Enembe. Karena saat ini, Gubernur Papua itu sudah kehilangan dukungan rakyat dan simpatisan KKB.
Karena itulah, kata dia, isunya mulai kemana-mana. Tetapi, dia tetap mengingatkan, kepada petugas keamanan, agar jangan terpancing.
"Aparat keamanan di sana yang mengamankan masyarakat dan pendukung Lukas Enembe jangan terpancing dengan permainan isu sensitif ini. Dan jangan melakukan kekerasan, umpatan yang tidak perlu dan bertindak di luar prosedur," jelas dia.
Karena apabila itu terjadi, maka akan menjadi amunisi bagi pendukung Lukas Enembe untuk membakar kembali persoalan diskriminasi Papua, yang selalu sensitif di nasional dan internasional. Karena itu, hal ini perlu menjadi atensi aparat di lapangan terkait pengamanan Lukas Enembe, jikalau akhirnya harus ditahan dan dibawa ke Jakarta.
Jadi, kalaupun KPK harus membawa Lukas Enembe untuk diperiksa ke Jakarta, aparat perlu mengkondisikan isunya normatif penegakkan hukum soal pemberantasan korupsi. Jangan sampai ada oknum aparat yang terpancing, bertindak diluar itu, sehingga berpotensi diolah isunya menjadi diskriminasi Papua.
"Jangan sampai terprovokasi dengan isu rasial yang dimainkan disana, apalagi sampai membenturkan antara orang asli Papua dan pendatang. Ini harus diwaspadai betul oleh aparat penegak hukum disana, maka jangan terpancing," ujarnya.
Dia berharap, semoga penyidikan ini bisa segera diselesaikan dan tidak berlarut-larut. Karena kalau sampai membutuhkan waktu yang lama, maka akan memberikan ruang konsolidasi pendukung Lukas Enembe. Konsolidasi ini dengan melakukan upaya perlawanan dengan sentimen ke-Papuaan dan sentimen soal kemiskinan.
Pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD meminta kepada Gubernur Papua Lukas Enembe untuk mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa. Hal ini terkait dugaan aliran dana korupsi Rp 560 miliar yang ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK dan KPK menduga Gubernur Lukas Enembe telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan peruntukan anggaran, termasuk menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang. Bahkan Lukas Enembe disebut terkait dalam 10 tindak pidana korupsi besar di Papua. Hal inilah yang membuat Menkopolhukam Mahfud MD, meminta Lukas Enembe untuk datang ke KPK dan melalui proses pemeriksaan.
Setidaknya ada 10 dugaan kasus korupsi besar yang menyeret nama Lukas Enembe seperti yang disebut Mahfud MD, dan ini telah berlangsung sejak lama. Namun karena sikap yang tidak kooperatif, setiap pemanggilan pemeriksaan KPK selalu diabaikan dan terjadi penolakan dari pendukungnya. Ini membuat pengungkapan dugaan 10 kasus korupsi tersebut terhambat hingga kini.
Beberapa korupsi yang terkait diantaranya kasus gratifikasi Rp 1 miliar dari anggaran Pemerintahan Papua yang disetorkan kepadanya. Kemudian PPATK juga mendapati adanya aliran dana judi dan pencucian uang yang mengalir ke beberapa rekening Lukas Enembe di beberapa bank. Dan yang tidak kalah besar adalah penyelewengan dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua yang digelar pada 2021 lalu.