REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) melakukan aksi geledah di tiga lokasi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi perizinan impor garam di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2016-2022. Tiga lokasi geledah tersebut, dua tempat berada di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dan satu di Cirebon, Jawa Barat (Jabar).
“Penggeledahan di Surabaya itu di PT UB, dan di CV FSG. Di Cirebon, satu gudang milik perorangan atas nama IW,” begitu kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi, saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Selasa (20/9) malam.
Kuntadi mengatakan, tim penyidikannya sudah bergerak melakukan geledah sejak Selasa (20/9/2022). Tiga tim yang digerakkan dari Kejakgung melakukan geledah terdiri masing-masing 12 jaksa. “Kita duga, tiga tempat tersebut dijadikan tempat penimbunan garam industri yang diimpor oleh pihak-pihak yang terindikasi tidak memiliki izin importasi garam,” ujar Kuntadi.
Kata dia, belum ada laporan dari tim yang melakukan penggeledahan di tiga lokasi tersebut. Namun Kuntadi mengatakan, akan secepatnya memberikan aktualisasi kabar tentang hasil dari penggeledahan tersebut. Termasuk dikatakan dia, jika hasil geledah akan berujung pada penyegelan tempat sementara karena terindikasi adanya tindak pidana. “Mungkin kita masih menunggu tim, untuk evaluasi apa selanjutnya,” ujar dia.
Penyidikan dugaan korupsi impor garam kasus baru yang ditangani Jampidsus sejak Senin (27/6/2022) lalu. Namun tiga bulan proses penyidikan, tim di Jampidsus belum juga menetapkan tersangka. Jaksa Agung ST Burhanuddin menerangkan, kasus tersebut terkait dengan pemberian fasilitas impor garam industri yang diterbitkan oleh Kemendag 2016-2022.
Dikatakan Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada 21 perusahaan importir swasta. Burhanuddin mengungkapkan, tiga perusahaan yang diduga menyalahgunakan persetujuan impor tersebut, yakni PT MTS, PT SM, dan PT UI. Tiga perusahaan tersebut, mendapatkan kuota impor garam sebanyak 3,77 juta ton, dengan nilai total Rp 2,05 triliun.
Namun, dalam pemberian izin impor tersebut, otoritas di Kemendag, tak melakukan verifikasi. Utamanya menyangkut soal pengecekan stok garam industri produksi petani lokal di dalam negeri. “Akibat dari pemberian izin impor tersebut merugikan perekonomian negara karena adanya kelebihan garam impor yang lebih murah, dan membuat garam lokal tidak dapat bersaing (dijual) di pasar sendiri,” ujar Burhanuddin.
Bukan cuma itu, izin impor garam tersebut, juga membuat para petani garam di Indonesia merugi. Burhanuddin mengatakan, importasi garam industri dari luar negeri disulap para perusahaan importir tersebut untuk menjadi garam konsumsi di dalam negeri. Bahkan, sulap garam industri impor untuk konsumsi tersebut dilabeli Standar Nasional Indonesia (SNI). Sehingga dikatakan Burhanuddin membuat produksi garam konsumsi lokal tak dapat diserap untuk kebutuhan masyarakat.
“Hal tersebut, sungguh menyedihkan karena rezeki petani garam dari produksi UMKM, tidak dapat tempat akibat dari kelebihan garam impor,” terang Burhanuddin. Dalam penyelidikan, kata Burhanuddin, pun diketahui, garam impor tersebut memengaruhi persaingan pasar lokal, dan membuat PT Garam, perusahaan garam milik negara mengalami kerugian. “Di mana karena pasokan garam impor yang berlebih tersebut, sangat merugikan perekonomian, dan keuangan negara,” kata Burhanuddin.
Advertisement