Selasa 20 Sep 2022 17:20 WIB

BMKG Imbau Warga Waspadai Hari Tanpa Hujan Ekstrem di NTT

Dampak kekeringan perlu diwaspadai karena tak ada curah hujan lebih dari 61 hari.

BMKG mengimbau warga mewaspadai kondisi Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori ekstrem di NTT. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Siswowidodo
BMKG mengimbau warga mewaspadai kondisi Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori ekstrem di NTT. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau warga agar mewaspadai kondisi Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori ekstrem panjang. Kondisi tersebut diperkirakan semakin meluas di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Dampak bencana kekeringan perlu diwaspadai masyarakat di daerah dengan HTH ekstrem panjang karena tidak memiliki curah hujan lebih dari 61 hari," kata Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang BMKG Rahmattulloh Adji dalam keterangan yang diterima di Kupang, Selasa (20/9/2022).

Baca Juga

Dia mengatakan, hal itu berkaitan dengan hasil pemantauan HTH Dasarian II September 2022 di NTT. Dia menjelaskan, HTH ekstrem panjang semakin meluas mencakup sejumlah daerah di NTT antara lain Kabupaten Sumba sekitar Melolo, Wanga, Kwangu, Kananggar, Tawui, Rambangaru, Praiwitu, dan Kamanggih, Kabupaten Sabu Raijua sekitar Stamet Tardamu Sabu dan Daieko, Kabupaten Rote Ndao sekitar Olafuliha'a, Feapopi, dan Busalangga.

Selain itu Kota Kupang sekitar Fatubena dan Manulai II, Kabupaten Kupang sekitar Baumata, Oenesu, dan Oemofa, Kabupaten Timor Tengah Selatan sekitar Panite, Boentuka, dan Oebelo, Kabupaten Timor Tengah Utara sekitar Oenenu, Mamsena, Insana, dan Sapa'an, Kabupaten Flores Timur sekitar Boru, serta Kabupaten Belu sekitar Fatubenao, Wedomu, dan Haekesak.

Adji mengatakan, kondisi HTH ekstrem panjang dapat mengakibatkan bencana kekeringan meteorologis sehingga masyarakat di wilayah-wilayah yang terdampak agar meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat, kata dia, harus menghemat penggunaan air bersih agar bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan selama musim kemarau berlangsung.

Adji menyarankan, agar para petani agar menanam tanaman yang tidak membutuhkan banyak air agar berpeluang memberikan hasil untuk dipanen di musim kemarau. Selain itu potensi kebakaran hutan dan lahan juga meningkat di tengah kondisi kekeringan sehingga masyarakat perlu menghindari kegiatan yang dapat memicu titik api di area terbuka. Dia menyebut, kondisi kekeringan akan membuat titik api bisa meluas dengan cepat apalagi ditambah dengan angin kencang yang bersifat kering.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement