Selasa 20 Sep 2022 13:03 WIB

Wakil Kepala BPIP Tegaskan Pancasila Harus Diinternalisasi dalam Penyusunan RKUHP

Pancasila sebagai landasan filosofis perlu diperhatikan dalam pembentukan UU

Wakil Kepala BPIP, Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum. saat memberi sambutan menyampaikan, pelibatan masyarakat dalam penyusunan RKUHP merupakan upaya menghimpun masukan-masukan dari berbagai pihak untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal dalam RKUHP.
Foto: BPIP
Wakil Kepala BPIP, Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum. saat memberi sambutan menyampaikan, pelibatan masyarakat dalam penyusunan RKUHP merupakan upaya menghimpun masukan-masukan dari berbagai pihak untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal dalam RKUHP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah dilakukan kick off diskusi publik, akhir Agustus 2022 lalu, Rancangan KUHP saat ini tengah digodog dengan dialog publik yang dihadiri sejumlah elemen masyarakat, seperti akademisi, aparat penegak hukum, praktisi, organisasi masyarakat, organisasi mahasiswa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan yang diselenggarakan di Kota Pontianak, Kalbar, Selasa (20/9/2022) ini bertujuan untuk menyosialisasikan RKUHP kepada masyarakat sebelum disahkan dan ditetapkan.

Wakil Kepala BPIP, Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum. saat memberi sambutan menyampaikan, pelibatan masyarakat dalam penyusunan RKUHP merupakan upaya menghimpun masukan-masukan dari berbagai pihak untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal dalam RKUHP. Karjono menyebut, penyusunan RKUHP ini sebagai pertanggungjawaban proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan serta melibatkan masyarakat.

Baca Juga

“Dengan demikian, tercipta partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh yang wajib memiliki tiga prasyarat penting di dalamnya, antara lain hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” terang Karjono, dalam siaran pers, Selasa (20/9/2022).

photo
Wakil Kepala BPIP, Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum menyampaikan, pelibatan masyarakat dalam penyusunan RKUHP merupakan upaya menghimpun masukan-masukan dari berbagai pihak untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal dalam RKUHP. - (BPIP)

Wakil Kepala BPIP itu juga menekankan, Pancasila sebagai landasan filosofis perlu diperhatikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan guna mencapai cita-cita hukum.

“Pancasila sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara harus dapat diinternalisasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” tegas Karjono.

Pelibatan masyarakat dalam dialog publik RKUHP ini bukan hanya dilakukan di Kota Pontianak, melainkan telah dan akan dilaksanakan pula di 10 daerah lainnya. Karjono berharap, dengan gotong royong dan berbagai pandangan yang lahir akan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik, berlegitimasi, dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Tidaklah mudah bagi negara yang sangat multikultur dan multietnis untuk membuat kodifikasi hukum pidana yang bisa mengakomodasi berbagai kepentingan. Oleh karena itu, kerjasama dan komunikasi yang baik antara Pemerintah, DPR RI, dan seluruh elemen masyarakat harus terjalin kuat untuk mewujudkan KUHP Nasional yang baru,” kata Karjono.

Dalam dialog publik yang diselenggarakan Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM ini ada 14 isu krusial yang dibahas. Di antaranya, pasal mengenai living law, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, menyatakan diri melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter dan dokter gigi yang melaksanakan pekerjaan tanpa izin, contempt of court, unggas dan ternak yang merusak kebun, advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan, penggelandangan, pengguguran kandungan, dan perzinaan.

Karjono menambahkan, RKUHP ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.

“Kebijakan pembentukan KUHP Nasional Indonesia tersebut dapat menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia sebagai perwujudan dari keinginan untuk mewujudkan misi dekolinisasi KUHP peninggalan/warisan kolonial, demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, dan adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar-standar serta norma yang hidup dan perkembangan dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia sekaligus sebagai refleksi kedaulatan nasional yang bertanggungjawab,” jelas Karjono.

Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, Karjono menegaskan, pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan secara terpadu, terencana dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional untuk menjamin perlindungan hak dan kewajiban setiap warga negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement