REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Masyarakat berharap pemerintah bisa meniru keberanian Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyatakan pandemi Covid-19 berakhir. Salah satunya Saiful Arifin (45), warga Jemur Gayungan, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur.
Apalagi, kata dia, jika dilihat dari catatan kasus, semakin hari jumlahnya semakin menurun. Artinya, penyebaran Covid-19 sudah bisa dikendalikan.
"Kalau Amerika saja berani menyatakan (Covid-19) berakhir, kenapa Indonesia enggak. Kan katanya penanganan Covid-19 di Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia," ujarnya kepada Republika, Senin (19/9/2022).
Selain itu, ketika pemerintah melonggarkan aturan PPKM pun,sebagian besar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan dengan cara memakai masker, menjaga jarak, dan sebagainya. Artinya, kata dia, kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan sudah terbentuk.
"Jadi kalaupun pemerintah menyatakan Covid-19 berakhir, masyarakat dengan kesadarannya akan tetap memakai masker atau menjaga jarak tanpa harus dipaksa aturan-aturan itu," kata Saiful.
Selain itu, cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia pun terbilang tinggi. Menurutnya, terlalu lama jika pemerintah menunggu seluruh masyarakat divaksin Covid-19 dahulu, sebelum menyatakan Covid-19 berakhir. Karena, kata dia, masyarakat yang tidak berkenan divaksin dipaksa seperti apa pun akan tetap mencari alasan agar tidak disuntik vaksin.
"Ya kalau masih nggak berani sefrontal Biden, diuji coba aja dulu. Berapa bulan gitu. Nanti kan bisa dilihat apakah saat uji coba itu terjadi kenaikan atau enggak (kasus Covid-19)," ujarnya.
Galih Saputra (43) juga berpendapat serupa. Warga Pagesangan, Jambangan, Surabaya itu menyebut pemerintah harus mulai berani keluar dari bayang-bayang pandemi Covid-19. Menurutnya, masyarakat sudah sangat sadar untuk melindungi dirinya dari paparan Covid-19. Galih meyakini, masyarakat yang terbiasa akan tetap menerapkan protokol kesehatan tanpa perlu diatur pemerintah.
"Ya saat pemerintah melonggarkan PPKM pun masyarakat tetap bisa memproteksi dirinya. Buktinya nggak ada tuh lonjakan (kasus) yang bener-bener tinggi banget," ujarnya.
Menurut Galih, saat ini pembatasan yang masih dilakukan justru malah menjadi hambatan. Ia mencontohkan kegiatan yang dilakukan daring, yang menurutnya tidak berjalan efektif. Begitupun persyaratan untuk pelaku perjalanan yang disebutnya banyak celah untuk dilanggar.
"Kalau dulu mungkin iya perlu lah pembatasan pas kasus tinggi banget. Kalau sekarang pembatasan hanya jadi hambatan tapi nggak efektif. Ya sekarang misal orang mau naik kereta, kan masih ada persyaratan tuh, yang nggak bisa naik kereta akhirnya bisa naik bus. Nggak ada persyaratan sama sekali. Banyak lah celah," kata Galih.