REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin, menyoroti perkembangan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dinilai hingga saat ini tidak terpantau bagaimana proses dan laporannya. Hal itu diungkapkan Yanuar dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Senin (19/9/2022).
"Undang-Undangnya sudah diputuskan, kenapa kita kehilangan jendela dan pintu untuk melihat sejauh mana progress report-nya. Ditambah lagi Badan Otorita IKN ini mitranya tidak ada di DPR. Akhirnya kita memantau itu semua hanya lewat media sosial, lewat online, lewat berita-berita, tapi itu pun sifatnya informatif, bahkan sebagian simpang siur," kata Yanuar dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Yanuar mengatakan, Komisi II merasa berkepentingan mengetahui progres perkembangan IKN mengingat progres urusan IKN sampai hari tidak diketahui. Yanuar pun menyontohkan, bahwa Komisi II bermitra dengan BPN yang dinilai pasti mengetahui perkembangan soal proses IKN karena terkait dengan tugas pokok dan fungsinya misal dengan pengadaan lahan dan pemanfaatan tanah, tapi ketika diperiksa ternyata mata anggaran atau nomenklatur soal tersebut tidak ada.
"Saya tidak tahu ini dari mana anggaran soal pengadaan lahan, dan lainnya. Kita kan tahu luasnya luar biasa 250 ribu hektare untuk seluruh totalnya, di kawasan inti ada sekitar lima sampai enam ribu hektare," ucapnya.
Ia menambahkan yang menjadi masalah pokok dalam sudut pandang tersebut adalah di sana terdapat tanah masyarakat, tanah adat, tanah ulayat, bahkan ada tanah kesultanan, juga ada tanah swasta dan Hak Guna Usaha (HGU) yang penanganan dan pengelolaanya harus diketahui secara pasti.
"Kita kehilangan informasi yang utuh, padahal ini isu publik yang beberapa pihak tanya ke kita (Komisi II). Kita pun tidak bisa jawab detail, padahal kita sendiri bertanya-tanya duduk perkaranya seperti apa. Pihak kesultanan bingung, belum lagi adat, ulayat dan masyarakat," tutur Yanuar.
Sementara, Yanuar menuturkan, informasi yang diterima di lapangan misalnya di wilayah Penajam Paser Utara tiba-tiba ada tanah yang dipasang patok bertuliskan ‘tanah ini sudah dikuasai bank tanah negara, dilarang memanfaatkan’. Padahal tanah itu sudah dimanfaatkan masyarakat selama puluhan tahun.
"Hal-hal semacam ini jika tidak kita selesaikan di ruangan resmi ini tentu akan menimbulkan spekulasi yang saya kira menjadi kontra produktif untuk kita memberikan informasi yang benar kepada publik," tegas Yanuar.