REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah pusat belum lama ini melontarkan wacana pembatalan kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 2023. Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyatakan, hal itu sudah sepatutnya dilakukan karena kebijakan penghapusan tenaga honorer bukan kebijakan yang solutif.
"Pemerintah, dalam hal ini Kemenpan-RB, harus mencari solusi terhadap mereka tenaga honorer. Karena selama ini kebijakan terhadap penghapusan itu sendiri tidak solutif," jelas Trubus, Senin (19/9/2022).
Sebab, kata dia, di daerah-daerah masih banyak yang kekurangan tenaga aparatur sipil negara (ASN) pegawai negeri sipil (PNS) dalam melakukan tugasnya melakukan pelayanan publik. Hal itu membuat keberadaan tenaga honorer penting untuk membantu mereka melakukan pelayanan publik tersebut.
"Di daerah itu banyak sekali yang layanan publiknya tidak tertangani tanpa ada tenaga honorer karena keterbatasan ASN-nya itu sendiri. Jumlah ASN PNS-nya itu masih sedikit kan di daerah-daerah itu. Jadi tidak mencukupi. Itu menjadi masalah," terang dia.
Trubus memberikan masukan solusi yang dapat sama-sama menguntungkan bagi semua pihak, salah satunya para tenaga honorer yang sudah bekerja lebih dari lima tahun langsung dimasukkan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Hal itu dapat dilakukan untuk menghargai jasa tenaga honorer yang sudah lama membantu kinerja pemerintah daerah.
"Pada awal ini untuk menghargai jasa mereka lama bekerja diterima saja jadi PPPK. Karena kan kalau lihat PP 49 (Tahun 2018) terkait dengan PPPK itu kan membuka ruang kepada mereka-mereka untuk ditampung di situ sesuai dengan bidang kompetensinya," kata Trubus.
Sementara untuk tenaga honorer yang baru satu sampai tiga tahun bekerja, kata dia, dapat mengikuti seleksi ASN seperti masyarakat pada umumnya. Untuk tenaga honorer yang sudah bekerja tiga sampai lima tahun, pemerintah dapat secara selektif mencari solusi apakah mereka dapat memenuhi kriteria untuk langsung masuk PPPK atau tidak.
"Ini ngomongin (tenaga honorer) yang tua-tua ya. Kalau yang honorer baru baru satu sampai tiga tahun itu tidak usah. Itu diikutkan melalui tes CPNS biasa sama dengan yang lain. Pokoknya yang kita hargai itu yang di atas lima tahun," tutur dia.
Sebelumnya, pemerintah pusat melontarkan wacana untuk membatalkan kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 2023. Wacana itu muncul seiring menguatnya penolakan dari pemerintah daerah.
Menpan-RB, Abdullah Azwar Anas, mengatakan, pihaknya kini tengah menyiapkan solusi jalan tengah, yakni memperbolehkan pemerintah daerah merekrut tenaga honorer baru hingga masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Tapi, solusi itu belum ditetapkan secara resmi, masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut.
"Ini solusi. Kalau tidak ada solusi, marah semua bupati-bupati itu," kata Anas dalam rapat bersama Komite I DPD RI, dikutip Sabtu (17/9/2022).
Anas menjelaskan, kebijakan penghapusan honorer pada tahun 2023 banyak ditentang kepala daerah karena mereka merasa geraknya terkunci tak bisa lagi merekrut tenaga honorer baru. Di sisi lain, para kepala daerah itu punya janji kerja dan janji politik kepada pemilihnya.