REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan tanggapannya atas konflik yang melibatkan anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P Effendi Simbolon dengan Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal Dudung Abdurachman. Menurut Moeldoko, semua pihak baik sipil maupun militer harus saling menghormati.
Ia mengatakan, saat ini bukan zamannya lagi untuk memperdebatkan soal sipil dan militer. “Ya memangnya kalau supremasi sipil gak menghargai instutusi lain apa, kan tetap. Ya jadi intinya bahwa kita itu saling menghormati institusi lah, gak perlu memperdebatkan sipil militer, bukan zamannya lagi,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (19/9).
Moeldoko menyebut, tentara saat ini sudah didudukan pada posisi yang pas. Karena itu, ia menyebut perdebatan tersebut tak perlu terjadi. Yang penting, kata dia, semua pihak saling menghormati.
Terkait video instruksi Jenderal Dudung terhadap para prajuritnya untuk mengecam Effendi Simbolong, Moeldoko menilai hal itu hanya reaksi spontan saja. Saat ini, kata dia, ketegangan antara keduanya pun sudah mulai mencair.
“Itu reaksi spontan, begitu Pak Effendi Simbolon kan semuanya udah cairlah,” kata dia.
Saat ditanya apakah Presiden akan memanggil Jenderal Dudung terkait konflik tersebut, Moeldoko mengatakan masing-masing pihak sudah tahu apa yang harus dilakukan. “Saya pikir itu sudah tahu masing-masing harus bagaimana,” tambah Moeldoko.
Seperti diketahui, konflik itu bermula dari rapat dengar pendapat yang dihadiri Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (5/9). Adapun KSAD Dudung Abdurachman tidak hadir dan diwakilan Wakil KSAD Letjen Agus Subiyanto.
Dalam momen itu, Effendi menyinggung TNI layaknya gerombolan karena kelakuannya mirip dengan organisasi masyarakat (ormas). Dia prihatian atas informasi yang didapat lantaran hubungan Panglima TNI Jenderal Andika dan KSAD Jenderal Dudung tidak harmonis. Bahkan, Effendi menyebut, adanya ketidakpatuhan hingga pembangkangan di tubuh TNI. Dia mengaku, setiap kehadiran Andika di sebuah acara maka Dudung tidak ada.
Effendi juga menyoroti anak Dudung yang gagal lulus Akademi Militer (Akmil), namun karena KSAD melawan akhirnya sekarang harus diloloskan. “Ini TNI kaya gerombolan ini. Lebih-lebih ormas, jadinya tidak ada kepatuhan,” kata Effendi dalam RDP.
Beberapa hari kemudian, muncul beragam video kemarahan prajurit TNI AD, mulai tamtama, bintara, hingga perwira, yang tidak terima dengan ucapan Effendi. Rata-rata, personel TNI AD dari berbagai daerah se-Indonesia itu menuntut Effendi untuk meminta maaf, karena menyamakan TNI AD dengan gerombolan ormas.
“Hei Effendi Simbolon, apa maksud saudara mengatakan TNI seperti gerombolan lebih-lebih dari ormas, kami tidak terima. Jangan adu domba TNI, TNI tetap solid. Kami dukung bersenjata, bravo TNI,” kata belasan prajurit TNI tersebut dengan nada mengancam.
Mereka bahkan siap mendatangi rumah Effendi jika yang bersangkutan tidak segera meminta maaf. Usut punya usut, ternyata video kemarahan personel TNI AD itu dibuat atas perintah Dudung. Instruksi Dudung itu yang terekam dalam video bocor ke publik. Mantan Gubernur Akmil itu memerintahkan seluruh prajurit TNI AD bergerak melakukan protes kepada Effendi.