REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK--Petrokimia Gresik mengaku siap memberikan dukungan penuh kepada pemerintah untuk menghadapi ancaman krisis pangan dunia. Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo menuturkan, pihaknya memastikan produksi dan distribusi pupuk hingga petani berjalan dengan lancar. Tujuannya, poduktivitas petani meningkat menghadapi ancaman krisis pangan.
“Sebagian bahan baku pupuk saat ini masih kita peroleh dari impor. Bahan baku yang sempat mengalami permasalahan adalah KCl untuk produksi pupuk NPK di awal perang kawasan Eropa. Pada kondisi normal, jumlah KCl yang diekspor adalah 41,6 juta ton setahun. Dari total tersebut 47 persen berasal dari Belarusia dan Rusia. Bisa dibayangkan jika suplai dari Belarusia dan Rusia ini terganggu,” tutur Dwi Satriyo dalam keterangan, Jumat (16/9/2022).
Dwi Satriyo menambahkan, demi menjaga ketahanan pangan nasional, Petrokimia Gresik menambah suppli untuk pengadaan KCl dari Kanada dengan harga yang dapat dipertanggungjawabkan. Petrokimia Gresik juga berupaya meningkatkan produktivitas pertanian melalui program Agro Solution.
Program ini berupaya menciptakan ekosistem pertanian secara komprehensif, baik on farm maupun off farm, mulai dari penyediaan dana atau modal usaha yang bersinergi dengan lembaga perbankan, kemudian jaminan asuransi, ketersediaan pupuk, kawalan pengendalian hama, hingga offtaker. “Dalam program ini Petrokimia Gresik mengedukasi penggunaan pupuk nonsubsidi. Dengan pengawalan yang baik, mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani,” ujar Dwi Satriyo.
Petrokimia Gresik juga melakukan transformasi digital untuk memastikan perbaikan kinerja agar kebutuhan petani bisa tercukupi dengan baik, serta pengembangan SDM pertanian dengan menggandeng sejumlah penyelenggara pendidikan sektor pertanian.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad berharap perubahan kebijakan pemerintah terkait pupuk subsidi tidak mengakibatkan penurunan jumlah pupuk subsidi yang diberikan kepada petani. Baik volume atau jumlah sasaran. Menurutnya hal ini akan berpengaruh pada produktivitas.
“Kenaikan harga pupuk secara global lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan energi. Problem pertanian yang saat ini ada bukan pada supply pupuk, tapi ada pada harga. Sedangkan support pemerintah untuk subsidi masih stagnan. Dua tahun terakhir, bahkan sampai tahun depan atau tahun 2023 masih di angka Rp 25 triliun,” tegasnya.
Sementara, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) menuturkan, ancaman krisis pangan dunia saat ini disebabkan beberapa hal. Mulai dari Covid-19 yang terjadi selama 2,5 tahun dan menjadikan semua sektor berjalan unlinear. Kemudian climate change, dan pengaruh geopolitics yaitu perang di kawasan Eropa.
“Neraca kita saat ini cukup baik, 12 komoditi dasar kita cukup terjaga. Tapi kita tidak boleh terlalu PD (percaya diri). Semua langkah harus dipersiapkan. Ini (ancaman krisis pangan) harus kita waspadai kerena tentu saja akan beresonansi pada kita. Jangan lupa Indonesia adalah negara keempat terbesar, ada 273 juta orang yang membutuhkan pangan dan tidak bisa ditunda,” tegasnya.