REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyebutkan korban yang mendapatkan kekerasan kerja dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mayoritas dari pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. Pekerja yang diberangkatkan secara ilegal ini seringkali mendapatkan perlakuan buruk dan dieksploitasi karena tidak ada kontrak yang mengikat dan melindunginya.
"Dari 2.400 PMI yang sakit dan sudah ditangani selama dua tahun, 95 persennya mereka berangkat dengan tidak resmi (ilegal)," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani di Tangerang, Rabu (14/9/2022).
Saat ini, dari sebanyak 1.400 jenazah dan 2.400 PMI dengan kondisi sakit yang berhasil dipulangkan BP2MI ke Indonesia, mayoritas dari mereka telah mendapat tindakan kekerasan selama bekerja di luar negeri. "Yang harus diingat penempatan ilegal ini selalu mengorbankan secara mayoritas adalah kaum perempuan (ibu-ibu)," katanya.
Kendati demikian, Indonesia sebagai negara besar dan religius tidak boleh diam begitu saja serta tidak berdaya dalam memerangi sindikat eksploitasi manusia tersebut. "Dikatakan suatu saat nanti dalam sejarah sebagai negara yang tidak berdaya memerangi sindikat. Dan mereka ini jumlahnya kecil, namun sialnya selalu dibekingi oleh oknum memiliki atribut kekuasaan," ungkapnya.
Ia berharap, dengan banyaknya tindakan kekerasan terhadap PMI, negara saatnya hadir untuk memberikan tindakan tegas kepada para sindikat yang terlibat. Baik itu secara hukum maupun dengan cara memiskinkan pelaku kejahatan itu.
"Negara saatnya hadir, negara tidak boleh kalah, jadi siapapun mereka yang terlibat sindikat pekerja harus dipenjarakan. Dan saya bahkan pernah mengusulkan tidak hanya dipenjarakan tetapi menyita seluruh kekayaan yang diperoleh dari perdagangan manusianya ini," kata Benny.