REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Bentrokan antara pasukan Azerbaijan dan Armenia kembali meletus pada Senin (12/9) malam waktu setempat. Kedua negara itu memulai kembali permusuhan terkait dengan wilayah yang disengketakan, yaitu Nagorno-Karabakh.
Azerbaijan mengakui pasukannya menjadi korban dalam serangan terbaru itu. Sementara Armenia tidak menyebutkan kerugian, tetapi mengatakan bentrokan berlanjut semalam.
"Beberapa posisi, tempat perlindungan dan titik-titik yang diperkuat dari angkatan bersenjata Azerbaijan berada di bawah tembakan intens dari senjata berbagai kaliber, termasuk mortir, oleh unit-unit tentara Armenia. Akibatnya, ada kerugian personel dan kerusakan infrastruktur militer," kata badan militer mengutip pernyataan Kementerian Pertahanan Azerbaijan.
Azerbaijan mengatakan, pasukan Armenia telah terlibat dalam kegiatan intelijen di perbatasan dan memindahkan senjata ke daerah itu dan pada Senin (12/9) malam. Menurut Azerbaijan, Armenia kemudian melakukan operasi militer.
Sementara Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan, terjadi penembakan intensif karena ada provokasi skala besar oleh pihak Azerbaijan. "Angkatan bersenjata Armenia telah meluncurkan respons yang proporsional," ujarnya.
Konflik pertama pecah antara Azerbaijan dan Armenia meletus pada akhir 1980-an ketika kedua belah pihak berada di bawah kekuasaan Soviet. Pasukan Armenia merebut sebagian besar wilayah di dekat Nagorno-Karabkah yang telah lama diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan, tetapi dengan populasi Armenia yang besar.
Azerbaijan mendapatkan kembali wilayah-wilayah itu dalam pertempuran pada 2020. Pertempuran itu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia dan ribuan penduduk kembali ke rumah mereka setelah melarikan diri. Para pemimpin kedua negara sejak itu telah bertemu beberapa kali untuk menuntaskan perjanjian yang bertujuan membangun perdamaian abadi.
Kantor berita Interfax mengatakan, pemerintah Armenia akan meminta perjanjian kerja sama dengan Rusia dan mengajukan banding ke Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, serta Dewan Keamanan PBB.
Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan telah menelpon Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken untuk membahas situasi tersebut. Blinken mendesak agar kedua pihak berhenti untuk saling menyalahkan dan menghentikan permusuhan.