Kamis 08 Sep 2022 15:57 WIB

Terdakwa Kasus Migor Dinilai Mestinya Disanksi Administratif

Dari surat dakwaan itu bahwa klien kami adalah korban inkonsistensi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Sidang kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan turunannya di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sidang kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan turunannya di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak mentah dinilai tak bisa dijatuhi sanksi pidana karena berstatus korban. Sanksi administratif disebut lebih pantas dijatuhkan. 

Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum salah satu terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Patra M Zen usai persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat Kamis (8/9). Patra meyakini kliennya hanyalah korban dari kebijakan di Kementerian Perdagangan (Kemendag). 

Baca Juga

"Apa yang kami sampaikan tentu berdasarkan surat dakwaan yang kami terima. Dari surat dakwaan itu bahwa klien kami adalah korban inkonsistensi. Tentu kalau penyidikannya faktanya korban tentu nggak boleh dibawa ke persidangan. Makanya kami ajukan eksepsi," kata Patra kepada wartawan usai persidangan. 

Sidang kali ini beragendakan pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa. JPU menolak mentah-mentah eksepsi Master. 

"Nota keberatan terdakwa Master Parulian Tumanggor sebagaimana disebutkan sudah masuk pokok perkara, surat dakwaan yang dibacakan telah penuhi ketentuan KUHAP sehingga eksepsi harus ditolak dan dikesampingkan karena keluar dari lingkup eksepsi," kata JPU dalam persidangan. 

Patra tak sepakat dengan tanggapan JPU tersebut. Ia merasa tanggapan JPU tak menjawab poin-poin dalan eksepsi yang diajukan. 

"Menurut JPU, soal (Master sebagai) korban ini sudah masuk dalam pokok perkara, cuma begitu saja jawabnya. Jadi enteng sekali," ujar Patra. 

Patra juga menyinggung Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi sebagaimana disebutkan JPU dalam surat dakwaan. "Dalam berkas perkara banyak disebut pak menterinya. Berarti kan kalau dia banyak disebut, mestinya kalau masuk pokok perkara diperiksa juga dong disini (PN Tipikor Jakpus)," ujar Patra. 

Oleh karena itu, Patra meyakini kliennya lebih pantas diganjar dengan sanksi administratif dalam perkara ini. Sebab ia meyakini tak ada sanksi pidana yang dilanggar oleh kliennya. 

"Ya memang dari aturannya harusnya sanksinya administrasi kan. Misal ekspor kalau orang tidak penuhi ketentuan berarti sanksinya administrasi. Dimana pun juga begitu. Kecuali memang apa yang disebut UU jelas kalau langgar pasal ini sanksi pidana, ini kan adminstrasi," ucap Patra. 

Diketahui, JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma, dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang dalam kasus ini. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp 18,3 triliun. 

JPU mendakwa Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement