REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Resor (Polres) Garut mengungkap penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi sebanyak 2.100 liter. Polisi juga mengamankan dua tersangka,modusnya membeli BBM dari daerah lain kemudian dijual di selatan Kabupaten Garut, Jawa Barat dengan harga tinggi.
"Modus dua tersangka ini melakukan transaksi pembelian BBM bersubsidi di daerah Tasikmalaya di Cipatujah dengan ini tidak dari SPBU, tapi dari orang lain yang saat ini kami lakukan pengembangan," kata Kepala Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono saat jumpa pers pengungkapan kasus penyalahgunaan BBM subsidi, di Garut, Rabu (7/9/2022).
Ia menuturkan kasus itu berawal dari kecurigaan polisi terhadap mobil bak terbuka di Pameungpeuk wilayah selatan Garut, Jumat (2/9/2022), kemudian dilakukan pemeriksaan dan diketahui ada banyak jeriken berisikan pertalite, pertamax, dan solar.
BBM yang dibawa mobil itu, kata Kapolres, dibeli dari suatu tempat di daerah Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya atau daerah perbatasan dengan Garut untuk rencananya dijual kembali di daerah selatan Garut. "Setelah dilakukan pengembangan di lokasi, kami menyita sejumlah barang bukti seperti kendaraan roda 4 jenis pikap, 55 jeriken kapasitas 35 liter untuk BBM jenis pertalite, 5 jeriken kapasitas 35 jenis bio solar," katanya pula.
Baca juga : Survei: Mayoritas Responden Setuju Subsidi BBM Tidak Tepat Sasaran
Dia menyampaikan selain mengamankan BBM, juga diamankan sopir inisial JM (22) dan orang yang membeli atau pemilik BBM yakni RU (40) warga Garut untuk menjalani pemeriksaan hukum lebih lanjut. Pengakuan tersangka, kata Kapolres, BBM yang dibelinya itu biasa dijual kembali dengan harga lebih tinggi, dan mengakui akan dijual setelah pemerintah menaikkan harga BBM sehingga bisa mendapatkan untung lebih besar.
"Yang bersangkutan memahami bahwa tidak lama lagi akan terjadi penyesuaian BBM, sehingga dengan harapan yang bersangkutan membeli BBM subsidi dari orang lain kemudian ditimbun, ketika harga naik kemudian dijual untuk dapat keuntungan," kata dia.
Akibat perbuatannya itu, kedua tersangka mendekam di sel tahanan Markas Polres Garut untuk menjalani pemeriksaan hukum lebih lanjut dan dijerat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.
Baca juga : Konsumsi Pertalite dan Pertamax Langsung Turun Pasca Kenaikan Harga