REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran HAM yang berat untuk peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib. Aktivis HAM tersebut tewas diracun dalam penerbangannya dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyampaikan tim pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan Munir Said Thalib telah menyelesaikan laporan. Laporan tersebut telah disampaikan dan diterima dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 12 Agustus 2022.
"Sidang paripurna khusus Komnas HAM pada Jumat, 12 agustus 2022 memutuskan akan membentuk tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM yang berat untuk peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Taufan dalam konferensi pers pada Rabu (7/9/2022).
Dalam rapat lanjutan pada 6 September diputuskan pembentukan tim itu disusun dari dua internal Komnas HAM yaitu Ahmad Taufan Damanik dan Sandra Moniaga serta tiga orang dari eksternal Komnas HAM yang mewakili masyarakat sipil. Salah satu dari tiga nama itu ialah Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
"Kami sedang hubungi dan minta kesediaan secara resmi dari dua nama sisanya. Kedua nama diusulkan dari rekan-rekan masyarakat sipil maupun tokoh HAM lainnya," ujar Taufan.
Taufan juga mengungkapkan dalam waktu dekat tim ini akan mulai bekerja untuk melakukan penyelidikan pro justicia berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000. Kemudian setelah selesai hasilnya disampaikan ke dalam sidang paripurna Komnas HAM.
"Kita belum tahu kapan selesainya. Dalam sidang paripurna itulah akan penetapan tentang status hukum dari kasus atau peristiwa meninggalnya atau dibunuhnya Saudara Munir Said Thalib," ucap Taufan.
Diketahui, kematian Munir menyeret pilot Garuda, Pollycarpus. Pollycarpus dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan dengan memasukkan racun arsenik pada tubuh Munir.
Pollycarpus sempat dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun, setelah memohon peninjauan kembali, hukumannya menjadi 14 tahun penjara. Pada November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat dan dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018.
Selama ini, kasus Munir hanya diproses sebagai kasus pembunuhan biasa. Berdasarkan pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), masa kedaluwarsa suatu kejahatan dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup mempunyai tenggang waktu selama 18 tahun.
Apabila sudah terlewat 18 tahun, maka aparat penegak hukum tidak bisa lagi melakukan proses hukum. Dengan demikian, tahun ini kasus Munir berpeluang menjadi kadaluwarsa.