Senin 05 Sep 2022 17:29 WIB

Menteri LHK Akhirnya Buka Suara Soal Masalah Pulau Komodo

KLHK dalami pergub yang jadi acuan penunjukkan BUMD kelola wisata di Pulau Komodo.

Rep: Febryan A / Red: Ratna Puspita
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar akhirnya buka suara terkait polemik tarif dan pengelolaan wisata Pulau Komodo dan Pulau Padar di Taman Nasional Komodo. Siti mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mendalami peraturan gubernur (pergub), yang menjadi acuan penunjukkan BUMD mengelola bisnis wisata di sana.

"Soal pergub, kami akan dalami. Sebetulnya, yang harus terjadi adalah mekanisme kerja sebagaimana dalam aturan. Jadi perjanjian kerja sama yang tidak menggoyah otoritas," kata Siti dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Baca Juga

Pergub yang dimaksud adalah Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Nomor 85 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Taman Nasional Komodo (TNK). Pergub ini memberikan hak kepada BUMD PT Flobamor memonopoli bisnis wisata Taman Nasional Komodo. 

Pergub ini dinilai cacat hukum karena melampaui otoritas. Sebab, pengelolaan kawasan konservasi sepenuhnya wewenang KLHK sebagaimana tertera dalam UU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya.

"Kami akan cek lagi secara detail (pergub tersebut). Termasuk apabila nanti diperlukan, kita akan minta dievaluasi pergubnya," kata Siti.

Kehadiran Pergub tersebut telah memicu polemik hingga demonstrasi di kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada bulan Agustus lalu. Musababnya, PT Flobamor mengusulkan besaran tarif bombastis untuk berwisata ke Pulau Komodo dan Pulau Padar, yakni Rp 3,75 juta per orang. 

Pemerintah setuju dan menerapkan tarif baru itu mulai 1 Agustus. Tapi, kenaikan tarif itu mendapat penolakan keras dari mayoritas pelaku pariwisata di sana. Mereka lantas melakukan aksi mogok selama sebulan. Alhasil, pemerintah menunda kenaikan tarif tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement