Senin 05 Sep 2022 12:27 WIB

Angka Perkawinan Anak di Jawa Timur Masih Tinggi

Tingginya pengajuan dispensasi kawin menunjukkan banyaknya kasus perkawinan anak

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nur Aini
Relawan melakukan aksi kampanye anti kekerasan pada anak. Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Timur, Garjati Heru Cahyono mengungkapkan masih tingginya angka perkawinan anak di wilayah setempat.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Relawan melakukan aksi kampanye anti kekerasan pada anak. Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Timur, Garjati Heru Cahyono mengungkapkan masih tingginya angka perkawinan anak di wilayah setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Timur, Garjati Heru Cahyono mengungkapkan masih tingginya angka perkawinan anak di wilayah setempat. Sepanjang 2021 tercatat ada 17.585 pengajuan dispensasi kawin yang diterima Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Jawa Timur. Tingginya pengajuan dispensasi, kata dia, menunjukkan banyaknya kasus perkawinan anak.

“Angka yang tinggi ini menunjukkan betapa besar kasus perkawinan anak di Jawa Timur. Dan bukan tidak mungkin ini hanya fenomena gunung es karena ada yang jumlahnya tidak tercatat,” kata Garjati seusai mengikuti seminar dan penandatanganan MoU pencegahan perkawinan anak bersama UNICEF dan 44 organisasi wanita di bawah koordinasi BKOW di Surabaya, Senin (5/9/2022). 

Baca Juga

Garjati melanjutkan, sejak Januari hingga Mei 2022 sudah ada 5.285 perkara perkawinan anak yang diputus Pengadilan Agama berdasarkan data DP3AK Jawa Timur. “Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kematian orang tua karena pandemi Covid-19, membuat anak perempuan lebih berisiko untuk menikah di bawah umur,” ujarnya.

Garjati melanjutkan, penandatanganan MoU yang dilakukan ditujukan untuk mencegah pernikahan anak dan mengangkat harkat serta martabat perempuan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan Jatim. Garjati meyakini, kolaborasi yang dibangun bisa pondasi kuat dalam upaya pencegahan perkawinan anak. 

Garjati menegaskan, BKOW Jatim beserta organisasi wanita di bawahnya terus berupaya untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam program pencegahan perkawinan anak. “Selain upaya pencegahan perkawinan anak, BKOW juga berkomitmen untuk mempermudah akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, serta keterampilan hidup," kata Garjati.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur, Restu Novi Widiani menuturkan, masa depan kita dibangun oleh kesejahteraan anak-anak dan perempuan hari ini. Maka dari itu, kata dia, perkawinan anak harus bisa terus dicegah. Sebab, kata Restu, 40 persen mereka yang menjalani perkawinan anak, melahirkan anak stunting.

“Bayi pun terlahir prematur dan banyak kasus kematian sebelum usia setahun. Bahkan, 85 persen anak perempuan mengakhiri pendidikan setelah menikah,” kata Novi.

Novi melanjutkan, banyak data di lapangan yang menyebutkan kalau perempuan tidak lagi melanjutkan pendidikan karena sudah merawat bayi. Pendidikan yang menjadi bekal dalam kehidupan dianggapnya tak lagi menjadi penting setelah memiliki anak. “Ada juga data kalau 41 persen kekerasan keluarga dianggap wajar oleh pihak perempuan yang melakukan perkawinan anak,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement