Kamis 01 Sep 2022 10:35 WIB

Azyumardi Sarankan Kenaikan BBM Bertahap Agar Masyarakat tak Terkejut

Heri Sucipto menyatakan, penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan.

Pengendara motor antre membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite di SPBU di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022) malam WIB.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Pengendara motor antre membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite di SPBU di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah Indonesia menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubisidi jenis pertalite dan biosolar guna mengatasi subsidi yang membebani keuangan negara, sepertinya bakal segera dieksekusi. Hal itu karena anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan listrik sudah mencapai Rp 502 triliun, dan diperkirakan naik hingga Rp 698 triliun jika harga energi dunia akibat perang Rusia-Ukraina juga terus meroket

Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto menyatakan, langkah penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan, seperti yang terjadi juga pada masa lalu. "Namun penting dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial-ekonomi masyarakat tidak terlaku terdampak," ucap Heri dalam webinar Moya Institute bertopik 'Tertekan: Subsidi BBM Solusi atau Solusi?' di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Pengamat sosial UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra, menyampaikan, penyesuaian harga BBM yang bakal ditempuh pemerintah memang tidak dapat dihindarkan. Hal itu untuk menghindarkan dampak negatif lebih besar yaitu krisis dan bangkrutnya APBN, seperti dalam kasus pemerintah AS, yang berkali-kali lockdown akibat likuiditas keuangan yang terganggu.

Baca juga : Ingat Kenaikan BBM Jelang Lengsernya Pak Harto: Presiden Jokowi, Awas Jebakan Ala IMF?

Azyumardi menyebutkan, keinginan pemerintah menyesuaikan harga BBM boleh saja diterapkan, namun jika bisa dilakukan secara bertahap. Tujuannya agar masyarakat tidak terkejut dan panik. "Saya usulkan kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak nanti masyarakat yang terkejut," ujar eks rektor UIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Eks kepala Wantimpres Sri Adiningsih, menuturkan, APBN memang perlu dijaga supaya tidak mengalami defisit. APBN itu berfungsi bukan hanya untuk subsidi BBM, tetapi untuk memitigasi dampak Pandemi Covud-19 dan untuk memulihkan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, Sri beranggapan, keinginan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM tentu saja didasarkan banyak pertimbangan.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud mengemukakan, penyesuaian harga BBM memiliki dua aspek, yakni untuk kebaikan publik atau masyarakat dan negara sendiri. Sasaran dari penyesuaian harga BBM adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat, terutama yang paling membutuhkan.

Baca juga : Masyarakat Lebih Memilih BBM tak Dinaikkan Dibanding Menerima BLT

Sehingga BBM bersubsidi yang selama ini masih banyak digunakan konsumen yang tidak berhak dapat dihindarkan. "Ini sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu mengutamakan kemaslahatan rakyat banyak," ucap Marsudi.

Pengamat isu-isu strategis Imron Cotan menggarisbawahi fakta bahwa pemerintah telah menggelontorkan ratusan triliun rupiah, untuk penanganan pandemi Covid-19 agar dapat mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi yang diakibatnya. Sementara hasilnya sudah mulai dirasakan masyarakat, terjadi perang Rusia-Ukraina, yang memicu munculnya krisis energi dan pangan global, yang juga menjalar ke Indonesia.

Imron mengungkapkan, kedua negara itu merupakan sumber ekspor gas dan minyak. "Termasuk pupuk ke Eropa yang menjadi salah-satu mesin pertumbuhan ekonomi dunia. Ketimpangan di Eropa tentu dirasakan bagian dunia lainnya," ujar Imron.

Baca juga : Target Inflasi 3,3 persen pada 2023, Sri Mulyani: Sudah Pertimbangan Harga BBM Subsidi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement