Selasa 30 Aug 2022 18:48 WIB

Masalah Tunjangan yang Menjadi Sumber Frustrasi Utama Guru

RUU Sisdiknas ditargetkan Nadiem memberi payung bagi tunjangan semua guru.

 Pemerintah menyiapkan RUU Sisdiknas agar tidak hanya guru yang tersertifikasi yang berhak mendapatkan tunjangan profesi. RUU Sisdiknas akan mempercepat peningkatan kesejahteraan guru yang belum tersertifikasi.
Foto:

Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengaku melihat adanya semangat meningkatkan kesejahteraan pendidik di dalam RUU Sisdiknas. Menurut mereka, tidak ada sama sekali di draf resmi RUU Sisdiknas terdapat pasal penghapusan tunjangan profesi guru (TPG).

"Tidak ada klausul penghapusan dalam RUU Sisdiknas akan tetapi dinyatakan menghapus. Hal ini jelas berpotensi kuat membuat keresahan di kalangan pendidik. Pernyataan adanya penghapusan TPG dalam RUU Sisdiknas bertentangan dengan hal yang berkaitan dengan fakta, kenyataan, dan tidak objetif. Jika pemerintah menghapus TPG sama dengan bunuh diri,” ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo, dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).

Dia menerangkan, jika ditelisik dengan seksama, terkait dengan kesejahteraan pendidik tentang klausul penghasilan guru diatur dalam pasal 105 huruf a RUU Sisdiknas. Dalam pasal tersebut dijelaskan, dalam menjalankan tugas keprofesian, pendidik berhak memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"RUU ini sangat jelas semangatnya meningkatkan kesejahteraan pendidik, dan tidak ada sama sekali di draf yang resmi dibagikan Kemendikbudristek terdapat pasal 'penghapusan'. Hal ini jelas informasi yang menyesatkan," kata Heru.

Menurut Heru, sejak awal kemunculan RUU Sisdiknas memang menimbulkan kontroversi, mengingat adanya perubahan mendasar dalam sisdiknas. Apalagi, kata dia, RUU Sisdiknas mengabungkan tiga UU sehingga wajar jika dalam prosesnya pasti banyak pro dan kontra. Semakin kontra ketika ada organisasi profesi guru yang tiba-tiba menyuarakan dalam RUU Sisdiknas TPG akan dihapus.

“Bagaikan api disiram bensin, maka dalam waktu singkat membakar amarah para pendidik, digrup grup WhatsApp guru dan dosen dipenuhi kecemasan Tunjangan Profesi Pendidik akan dihapus dalam RUU Sisdiknas,” ujar Heru.

FSGI juga menilai, TPG adalah keputusan pemerintah berkepastian hukum yang sifatnya otomatis sehingga guru akan tetap mendapatkan TPG. Hal itu tidak ada pengaruh terhadap RUU Sisdiknas.

Ketua Dewan Etik FSGI, Guntur Ismail, mengatakan, hal itu FSGI lihat dari pasal 4, 5, dan 6 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal-pasal itu tidak dinyatakan dicabut atau dihapus dalam RUU Sisdiknas.

Di sisi lain, pada 2022 Mendikbudristek ia sebut baru saja menerbitkan peraturan tentang pemberian TPG, yaitu Permendikbudristek RI Nomor 4 Tahun 2022. Di mana peraturan tersebut mengatur mengenai petunjuk teknis pemberian tunjangan bagi guru, yaitu terkait tunjangan profesi, tunjangan khusus, tambahan penghasilan dan tunjangan daerah.

"Menghilangkan TPG yang sudah biasa dinikmati guru membuat guru lebih sejahtera itu adalah kenyataan pelanggaran hukum, sehingga layak di-PTUN-kan. Jadi penghapusan TPG di RUU Sisdiknas adalah tidak nyata. Karena kaidah perubahan peraturan itu sudah menjanjikan rakyat lebih sejahtera dan bukan sebaliknya," kata dia.

Anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydroes meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam membahas revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Menurut Fahmi, proses perubahan RUU Sisdiknas harus dilakukan secara seksama dan melibatkan partisipasi publik, dan tidak dipaksakan harus selesai di periode pemerintahan saat ini.

“Proses perubahan UU Sisdiknas tidak boleh dijadikan ‘alat’ untuk mengejar target taktis ataupun politis. Pendidikan Nasional bahkan harus dibangun untuk semata-mata mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang diamanatkan oleh UUD 1945,” ujar Fahmi dalam keterangannya Senin (30/8/2022).

Fahmi menyebut, inisiatif pemerintah untuk merevisi UU Sisdiknas yang berusia 20 tahun dapat dipahami dan wajar. Karena sepanjang dua dekade itu, dunia telah mengalami perubahan yang luar biasa cepat dan sarat dengan tantangan.

"Pendidikan nasional juga harus mampu menanggapi dan menghadapi perubahan tersebut agar tidak tertinggal dalam mempersiapkan putra-putri dan generasi bangsa menghadapi persaingan regional dan global. Namun, Pendidikan Nasional harus tetap mengacu kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945,” ucapnya lagi.

Ia juga mengingatkan, revisi UU Sisdiknas sangat penting karena akan menjadi arah dan pedoman penyelenggaraan pendidikan yang mengikat seluruh rakyat Indonesia, sehingga tidak bisa dibahas secara terburu-buru. “Ini mengatur pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun oleh masyarakat, baik formal, nonformal ataupun informal; dari rentangan pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi,” katanya.

Dalam kenyataannya, ia menilai, rencana revisi UU Sisdiknas ini telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, terutama di kalangan pengamat pendidikan, akademisi, Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Indonesia, dan juga ormas-ormas besar penyelenggara pendidikan seperti NU dan Muhammadiyah.

"Pokok masalahnya adalah, bahwa pengajuan revisi UU Sisdiknas belum mendesak (urgen), proses pengajuannya terkesan kurang transparan, minim pelibatan publik, dan lemah argumentasi akademiknya,” sebutnya.

Karena itu, Fahmi meminta agar Pemerintah mendengar masukan dan kritik dari banyak pihak agar tidak memaksakan diri melakukan perubahan atas UU Sisdiknas. Sementara itu, Badan Legislasi DPR RI, sebagai Lembaga perwakilan rakyat yang akan menindaklanjuti usulan Pemerintah tentunya akan bertindak bijak, dan mendengarkan suara-suara kritis masyarakat luas terkait proses revisi UU Sisdiknas ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement