Senin 29 Aug 2022 17:01 WIB

Resistensi Terhadap Revisi UU Sisdiknas Usulan Pemerintah

Baik DPR, organisasi guru, hingga aktivis meminta pembahasan RUU Sisdiknas ditunda.

Sejumlah pelajar melakukan latihan baris berbaris saat pembelajaran tatap muka di SDN 037 Sabang, Jalan Sabang, Kota Bandung, Rabu (16/3/2022). Pemerintah bakal mengatur kriteria persekolahan dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Namun, RUU Sisdiknas usulan pemerintah mendapat penolakan dari sebagian kalangan hingga DPR. (ilustrasi)
Foto:

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengonfirmasi masuknya revisi UU Sisdiknas sebagai usulan pemerintah dalam Prolegnas Prioritas 2023. Upaya revisi itu akan diarahkan menjadi undang-undang pengganti dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang mengintegrasikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

"Diharapkan pengintegrasian ketiga UU ini membawa dampak positif pada dunia pendidikan dan memberi kepastian dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia," ujar Yasonna dalam rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2022 dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (24/8/2022).

Wakil Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, pemerintah mengusulkan revisi UU Sisdiknas masuk ke Prolegnas Prioritas 2023. Namun ia mengungkapkan, banyak fraksi di DPR yang menolak usulan tersebut.

"Banyak sih fraksi yang nolak, dikiranya ini kan long list (Prolegnas 2020-2024) aja belum masuk," ujar Willy usai rapat Panja penyusunan Prolegnas Prioritas 2023, Senin (29/8/2022).

"Karena ini dianggap suatu pendekatannya cenderung omnibus law, maka kemudian bagaimana partisipasi masyarakat harus didapat terhadap substansi-substansi. Catatan-catatan itu akan jadi pertimbangan DPR dalam memasukkan undang-undang ini," ujar Willy, menambahkan.

Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menentang keputusan pemerintah yang mengusulkan RUU Sisdiknas masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Prolegnas Prioritas Perubahan Tahun 2022. Bagi PGRI, RUU ini amat krusial dan seharusnya tidak dibahas secara terburu-buru. 

Wasekjen Pengurus Besar PGRI, Dudung Abdul Qodir mengatakan, RUU Sisdiknas ini perannya sangat fundamental untuk menentukan masa depan generasi penerus bangsa Indonesia. Karena itu, RUU ini harus dibuat futuristik sehingga tak hanya jadi acuan pendidikan hari ini, tapi juga pendidikan masa yang akan datang. 

"PGRI melihat RUU Sisdiknas itu tidak boleh pragmatis hanya untuk mengamankan program-program pendidikan era (pemerintah) sekarang," kata Dudung kepada Republika, Ahad (28/8/2022). 

Menurut Dudung, RUU Sisdiknas ini harus dikaji lebih dalam untuk memahami apa saja kekurangan UU Sisdiknas Tahun 2003. Kajian mendalam ini harus dilakukan bersama-sama semua pemangku kepentingan pendidikan nasional, bukan hanya sepihak oleh pemerintah. 

Karena itu, kata Dudung, PGRI meminta DPR menolak usulan pemerintah memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022, yang hanya tersisa empat bulan ini. Di sisi lain, PGRI meminta pemerintah membuat kabian bersama dengan organisasi-organisasi pendidikan Tanah Air. 

Menurut Dudung, untuk saat ini, sebaiknya Kemendikbudristek fokus melakukan reorientasi pendidikan seiring melandainya penularan Covid-19. Kemendikbudristek fokus membenahi peralihan dari sebelumnya belajar daring menjadi belajar tatap muka 100 persen. 

 

 

Aktivis Pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, juga meminta DPR RI tegas dan berpihak kepada rakyat. Yakni, dengan menolak membahas RUU Sisdiknas.

“Jangan main-main dengan pendidikan dan jangan membahasnya di ruang gelap tanpa melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. Sekali salah melangkah, dampaknya bisa puluhan tahun kemudian," ungkap Indra di Jakarta, Sabtu (27/8/2022).

Indra mengatakan, DPR harus berani tegas menunda masuknya RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022. Dia tidak ingin UU Sisdiknas nantinya harus berakhir di gugatan Mahkamah Konstitusi (MK).

Selama ini, kata Indra, proses pembahasan RUU Sisdiknas sama sekali tidak transparan. Para pemangku kepentingan hanya diminta datang untuk absensi dan mendengarkan paparan. Praktik penyusunan RUU Sisdiknas dia sebut seperti hantu yang bekerja sendirian di ruang sunyi.

“Prosesnya sangat tidak transparan dan tidak melibatkan publik secara lebih bermakna dan mewakili seluruh Indonesia. Prosesnya tidak bisa hanya dibahas di Jakarta,” ujar dia.

Dia mengatakan, seharusnya RUU Sisdiknas diawali dengan penyusunan peta jalan atau grand design pendidikan nasional. Di mana peta jalan itu disusun dan dibuat oleh panitia kerja nasional yang mewakili berbagai elemen dari seluruh Nusantara sebelum membahas RUU Sisdiknas.

Hal itu telah dibahas berulang kali dalam rapat-rapat Komisi X DPR RI. Pandangan yang senada juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat menerima delegasi Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) di Istana Negara beberapa waktu yang lalu. Presiden tidak ingin lagi setiap ganti menteri ganti kurikulum.

Grand design ini tidak ada, lalu RUU Sisdiknas ini mengacu ke mana, mau membahas apa, bagaimana arah dan tujuannya. Sebelum membuat aturan, kita harus tahu dulu apa yang akan kita buat. Sayangnya semua berada di ruang gelap. Tidak jelas, tidak konkret, sehingga menimbulkan berbagai kebingungan dan tanda tanya. Apa yang ingin disembunyikan oleh Kemendikbudristek,” kata dia.

 

photo
Frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement