REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kembali menambah jalur pejalan kaki atau pedestrian di wilayahnya. Pembangunan jalur pedestrian dilakukan di Jalan Pajajaran Kecamatan Bogor Timur, Jalan Dewi Sartika Kecamatan Bogor Tengah, dan Jalan Pandu Raya Kecamatan Bogor Utara.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengatakan pembangunan jalur pedestrian ini sesuai dengan janji kampanyenya. Serta target untuk menjadi kota ramah pejalan kaki dan transportasi yang ramah lingkungan.
Sejauh ini, kata dia, ada dua catatan khusus dalam pembangunan jalur pedestrian yang baru. “Jangan sampai kualitasnya jelek dan jangan sampai tertunda pengerjaannya. Tapi sejauh ini masih on the track. Tinggal kualitasnya kita kawal,” ujar Bima Arya, Senin (29/8).
Perihal adanya penyempitan jalan akibat bertambahnya jalur pedestrian, menurut Bima Arya, terdapat rekayasa lalu lintas dan langkah transportasi lain. Sehingga lalu lintas juga tetap lancar dan titik kemacetannya terurai.
Menurutnya, dengan membaiknya jalur pedestrian di Kota Bogor akan membuat masyarakat lebih senang berjalan kaki. Serta mau menggunakan transportasi publik baik angkutan kota (angkot) maupun Biskita Transpakuan.
“Jadi bukan berarti trotoarnya ditambah, kan tidak terlalu besar, tapi akan membuat orang lebih mau untuk menggunakan transprotasi publik. Bisa jalan, naik angkotnya enak,” ujarnya.
Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan, Budi Arief, menilai penambahan jalur pedestrian ini merupakan langkah yang tepat dalam memenuhi kebutuhan pejalan kaki. Sebab, Budi menjelaskan, secara keilmuan di transportasi, hierarki yang paling tinggi dalam berlalu lintas ialah pejalan kaki. “Karena kita sifatnya manusia adala pejalan kaki. Zaman dulu itu sudah pejalan kaki sampai sekarang,” ujar Budi.
Setelah pejalan kaki, lanjut Budi, hierarki kedua di dalam lalu lintas ialah sepeda, dilanjut kendaraan khusus sepert mobil pemadam kebakaran dan ambulans, kemudian angkutan umum bersistem. Yang terakhir ialah kendaraan pribadi.
Budi mengatakan, hierarki tersebut merupakan standar internasional. “Jadi kalau misalnya kota yang tidak menyediakan jalur pejalan kaki, mungkin bisa disebut sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” jelasnya.
Di samping itu, lanjutnya, di negara-negara maju yang transportasi umumnya sukses rata-rata memiliki sistem integrasi antara jalur pedestrian, jalur sepeda, dan jalur transportasinya. Sehingga dia berharap Kota Bogor bisa memiliki jalur pedestrian yang terintegrasi dengan transportasi umum bersistem. Seperti Biskita Transpakuan.
Dengan disediakan fasilitas pejalan kaki yang baik, Budi menilai, masyarakat bisa memulai budaya lalu lintas yang sehat. Mulai dari jalan kaki dan bersepeda.
“Itu inti daripada kenapa pedestrian dilebarkan. Kuncinya tadi, nanti transportasi bersistem seperti Biskita Transpakuan itu harus banyak koridornya. Sehingga orang mudah juga menggunakan transportasi publik,” jelasnya.
Di sisi lain, Budi menilai ada beberapa hal yang harus dikoreksi dari jalur pedestrian di Kota Bogor. Pertama, dari sistem drainase yang bisa menjaga agar di jalur pedestrian tidak terdapat genangan.
Kedua, yakni masih banyak jalur pedestrian yang tidak rata atau naik-turun. Menurut Budi, seharusnya jalur pedestrian dibuat datar menyesuaikan dengan pejalan kaki. Bukan justru mengikuti jalur untuk kendaraan.