REPUBLIKA.CO.ID,PASURUAN -- Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Pasuruan, Rachmat Syarifuddin menekankan perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan demi menjaga cekungan air tanah Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Pembangunan yang masif, kata dia, bisa berakibat pada kerusakan lingkungan.
"Pemerintah Kabupaten Pasuruan memandang penting upaya penyeimbangan kegiatan pembangunan dengan pelestarian lingkungan," ujarnya di sela-sela Lokakarya bertema “Pengelolaan DAS Terpadu di Wilayah Kabupaten Pasuruan Melalui Investasi Bersama Sumber Daya Air” pada Kamis (25/8/2022).
Penelitian yang dilakukan mengungkapkan, sekitar 30 tahun dari sekarang, cekungan air tanah di DAS Rejoso bisa mengering bila efisiensi pemanfaatan air dan konservasi daerah tangkapan air tidak segera dilakukan. Bagaimana tidak, pada sekitar 1980-an, debit mata air Umbulan di bagian hilir DAS Rejoso masih sekitar 6.000 liter per detik. Namun pada 2018 sudah menyusut, bahkan kurang dari 4.000 liter per detik.
Terletak di kaki Gunung Bromo dan secara administratif terbagi menjadi 16 kecamatan, DAS Rejoso memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai penyedia air. Mata air Umbulan merupakan sumber air bersih tidak hanya bagi masyarakat di Kabupaten Pasuruan, tetapi juga di Kota Pasuruan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Surabaya.
Di kawasan hilir, pengeboran air untuk keperluan industri meningkat. Pada 2020 saja terdapat sekitar 600 titik sumur bor yang dibuat masyarakat untuk keperluan domestik dan pertanian dengan debit antara 2 hingga 20 liter per detik. Sumur bor tidak dilengkapi keran pengatur sehingga air banyak terbuang percuma.
Rachmat pun mendorong program yang dijalankan Rejoso Kita, dengan melaksanakan program percontohan skema pembayaran jasa lingkungan untuk konservasi hulu dan tengah DAS Rejoso bisa terus dijalankan. Dimana ada 174 petani dari 12 kelompok tani pengelola lahan seluas 106.6 hektar di tujuh desa di Kecamatan Tosari dan Pasrepan yang menjalankan program ini. Mereka menjaga dan mempertahankan 300 hingga 500 pohon per hektar, membuat strip rumput penahan erosi, dan membuat rorak untuk meningkatkan infiltrasi air hujan.
Simulasi yang dilakukan lembaga riset The International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dengan menggunakan Model Hidrologi GenRiver - Generic Riverflow menggambarkan, skema tersebut berdampak positif. Dimana mampu meningkatkan infiltrasi sebanyak 0.5 hingga 1 persen dan menurunkan limpasan permukaan sebanyak 1.5 hingga 2 persen.
Program Rejoso Kita yang dijalankan ICRAF dengan dukungan Danone Ecosysteme Fund juga melaksanakan kegiatan pengenalan teknologi budi daya padi ramah lingkungan. Program tersebut juga menjalankan percontohan konstruksi dan manajemen pengelolaan sumur bor yang aman dan efisien di wilayah hilir DAS Rejoso.
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor KLHK, Erik Teguh Primiantoro menuturkan, upaya yang dijalankan melalui program Rejoso Kita di DAS Rejoso merupakan wujud menjaga daerah aliran sungai agar tetap sehat. "KLHK memilik banyak data dan informasi berbasis riset yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan terpadu DAS," ujarnya.
Asisten Deputi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi Sumber Daya Alam Kemenkomarves, Mochamad Saleh Nugrahadi menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Tidak hanya untuk alam tapi juga untuk menjamin keberlangsungan bisnis pengusahaan sumber daya alam.
“Dengan bekerja bersama dari hulu ke hilir, kami yakin DAS Rejoso akan terjaga dan dapat dimanfaatkan hingga bertahun-tahun yang akan datang. Kami juga mendorong DAS Rejoso untuk menjadi contoh baik pengelolaan DAS terpadu di dalam World Water Forum 2024 nanti,” kata Saleh.
Senior Expert Landscape Governance and Investment ICRAF Indonesia Program, Beria Leimona menerangkan, skema pembayaran jasa lingkungan seperti yang dilaksanakan di hulu dan tengah DAS Rejoso pada dasarnya adalah skema ko-investasi. Dalam skema tersebut, ada pihak yang berperan sebagai penjual jasa lingkungan, misalnya petani pengelola lahan yang melakukan konservasi tanah dan air.
Kemudian ada pihak pembeli jasa lingkungan, yaitu para pihak yang menikmati jasa lingkungan, misalnya ketersediaan air bersih. Kemudian yang terakhir adalah pihak perantara, biasanya konsorsium atau forum yang disepakati bersama untuk mengelola program seperti melakukan identifikasi dan verifikasi lahan, mengukur indikator capaian, melakukan monitoring kinerja juga menyalurkan dana kompensasi.
Pelaksanaan skema pembayaran jasa lingkungan untuk tujuan konservasi DAS, menurutnya perlu dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kearifan lokal. Misalnya dalam pemilihan jenis pohon yang ditanam oleh petani karena pertimbangan manfaat, dan hal yang dapat menumbuhkan rasa memiliki.
"Selain itu, penilaian program tidak hanya dilakukan dari segi aktivitas, tetapi juga dari keluaran berupa angka penurunan erosi dan peningkatan infiltrasi air," kata dia.
Ketua Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan, Heru Farianto mengatakan, tentang skema pembayaran jasa lingkungan sebagai strategi konservasi di sembilan DAS di Kabupaten Pasuruan, saat ini sedang dibuatkan draft peraturan bupati. Harapannya, peran serta pihak swasta dalam konservasi lingkungan lewat pembayaran jasa lingkungan hidup akan membantu menaikkan taraf hidup para petani.
"Dan bagi pelaku usaha merupakan langkah untuk menjamin keberlangsungan usaha dan meningkatkan branding dan citra perusahaan,” kata yang juga menjabat kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan tersebut.