REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir menilai calon pemimpin bangsa bukan hanya hadir dari partai politik. Menurutnya, masyarakat juga membutuhkan calon alternatif dengan kapabilitas dan integritasnya bisa muncul pada gelaran Pemilu 2024.
"Kalau ada calon yang punya kapabilitas dan integritas, sebagaimana syarat mutlak sebagai pemimpin, dari nonparpol, alangkah baiknya kita sepakati. Hilangkan fanatisme parpol," tutur Kiai Afif saat Seminar Nasional 'Perspektif Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Agenda Bangsa 2024', di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, dalam keterangan, Selasa (23/8/2022).
Kiai Afif mengakui selama fanatik partai masih melekat, partai politik tidak akan rela jika muncul calon bukan dari partai mereka. Padahal, memilih pemimpin yang beritegritas dan memiliki kapabilitas sangat penting. Wakil Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi’iyah serta Naib Mudir Ma’had Aly Sukorejo Situbondo ini, menyebut kader Nahdlatul Ulama (NU) yang bisa menjadi calon alternatif di Pilpres 2024 yakni, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Saya kira Pak Mahfud jadi salah satu tokoh alternatif yang memenuhi syarat yang saya sebutkan sebagai pemimpin tadi. Semoga partai politik memunculkan nama alternatif ini," ujar Kiai Afif.
Direktur eksekutif Indopol Survey and Consulting, Ratno Sulistiyanto mengaku, pada surveinya Juli 2022, Mahfud menjadi sosok yang dipilih terbanyak oleh warga NU dengan keterpilihan 17,48 persen. Di posisi kedua pilihan warga nahdliyin yakni Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (11,87 persen), Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar (9,02 persen), Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (4,55 persen). Sementara undecided voters atau responden yang belum menentukan pilihan masih tinggi, ada sekitar 48,78 persen.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengapresiasi survei yang memunculkan tokoh alternatif. Sebab, banyak figur yang bukan darah biru parpol, tidak ramai dibicarakan. "Perlu muncul capres-cawapres alternatif yang layak maju bukan elite partai. Survei harus merekam suara rakyat yang tidak didengar partai politik," katanya.
Yang menarik, kata Adi, Party Id di Indonesia rendah. Berdasarkan datanya, 82 persen publik merasa tidak menjadi bagian dari partai politik. Sebaliknya, Ormas Id ini kuat. Salah satunya, 47 persen publik, mengaku sebagai warga NU. "Tetapi, kita dihadapkan pada situasi rezim politik yang dikuasai partai. Suka nggak suka," tegasnya.
Adi menambahkan, jika pada 2024 masih memakai politik identitas, ormas besar seperti NU, akan tetap jadi barang cantik. Artinya, meskipun PBNU menyatakan diri ingin menjauh dari politik praktis dan tak boleh memakai atribusi NU, tetapi tokoh-tokohnya akan tetap dikaitkan. "Tokoh-tokoh NU ini pasti tidak akan terlepas dari tarikan politik praktis. Sekali-kali jangan hanya jadi objek, tarung saja sekalian," ujar Adi.
Presidium Nasional BEM PTNU Se-Nusantara Wahyu Al Fajri berharap siapapun sosok yang akan dicalonkan atau direkomendasikan warga Nahdliyin memiliki visi kebangsaan jelas. Selain itu, juga harus berintegritas tinggi, jujur, berani, mudah diterima semua kalangan dan mengedepankan kepentingan rakyat dibanding kepentingan pribadi.