REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polresta Tangerang memeriksa dua orang pengelola Pondok Pesantren (Ponpes) Daar El-Qolam di Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Banten, terkait kasus perkelahian maut yang menyebabkan seorang santri meninggal dunia. Tahapan pemeriksaan terhadap dua pengelola Ponpes DaarEl-Qolam tersebut dilakukan untuk menyelidiki apakah adanya indikasi kelalaian atas kejadian tersebut.
"Kami lakukan pemeriksaan kemarin (Kamis, 18/8) terhadap pihak ponpes. Dari saksi siswanya ada lima orang, tapi dari pengurus ponpes ada dua orang yang kami periksa sebagai saksi," kata Kapolresta Tangerang Kombes Raden Rhomdon Natakusuma di Tangerang, Jumat (19/8/2022).
Polisi juga masih mendalami dugaan indikasi kelalaian dari pihak pondok pesantren tersebut. "Ya, tentu kami lakukan penyelidikan terkait hal itu. Apakah ada unsur kelalaian dari pengurus ponpes, masih didalami; sementara penyidikan untuk pelaku," tambahnya.
Rhomdon mengatakan, Polresta Tangerang secara umum telah melakukan penyidikan dan penahanan terhadap terduga pelaku perkelahian yang menewaskan seorang santri. Selain itu, polisi juga telah memproses berkas ke tahap berikutnya dengan memberikan penanganan khusus terhadap pelaku anak.
"Kami menjaga psikologis karena (terduga pelaku) masih di bawah umur; dan kami juga telah melakukan pendampingan dengan dibantu pihak Bapas dan dinas DP3A," katanya.
Kasus perkelahian sesama santri di Ponpes Daar El-Qolammenyebabkan satu korban berinisial BD (15 tahun) asal Tanjung Burung, Kosambi, meninggal dunia. Polresta Tangerang menangani kasus tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) tentang Sistem Peradilan Anak.
Kasatreskrim Polresta Tangerang Kompol Zamrul Ainimengatakan kasus perkelahian antara R (15) dan BD (15) itu murni satu lawan satu. Setelah dilakukan proses penyelidikan terhadap pelaku dan sejumlah saksi-saksi serta otopsi pada korban, pihak kepolisian telah menetapkan satu orang santri sebagai tersangka terduga pelaku.
"Sudah ditetapkan. Saat ini R sebagai anak pelaku. Soal pemicu kasus itu, ya biasa berantem saja anak-anak. Namanya juga di asrama kanberantem, jadi spontanitas saja," katanya.
Ia juga menyebutkan pelaku yang saat ini sudah berstatus sebagai anak pelaku telah mengakui perbuatannya. Selain itu, atas perbuatan pelaku telah dikenakan Undang-Undang Perlindungan anak Pasal 80 ayat 3, dengan ancaman hukuman selama 15 tahun penjara.
"Kami kenakan Undang-Undang Perlindungan anak Pasal 80 ayat 3," ujar Zamrul.