REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah perusahaan yang diduga milik mantan bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming di Kecamatan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Selasa (16/8/2022). Mardani kini sudah berstatus tersangka dan ditahan KPK di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
"Hari ini, tim penyidik KPK melakukan upaya paksa penggeledahan di Kecamatan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Adapun tempat yang digeledah adalah PT BL 69 (Batu Licin Enam Sembilan) yang diduga milik tersangka MM," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. "Proses penggeledahan masih berlangsung dan akan kami sampaikan perkembangannya," kata Ali.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki beberapa kewenangan. Di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.
Pada 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
KPK menduga Mardani menerima uang tunai maupun transfer rekening dengan jumlah Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. Sementara itu, Mardani mengaku proses peralihan tersebut sudah sesuai prosedur. "Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadi sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ucap Mardani di Gedung KPK, Kamis (28/7/2022).
Dia menyatakan, kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis. "Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah business to business. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang," ucap eks bendara PBNU tersebut.