REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri resmi menghentikan status penyidikan pelaporan dugaan pembunuhan, dan ancaman kekerasan, serta pelecehan, atau pencabulan terhadap Bharada Richard Eliezer (RE), dan Putri Candrawathi Sambo (PC) yang menjadikan Brigadir Nofriansyah Yoshua (J) sebagai terlapor. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Andi Rian Djajadi mengatakan, terhadap dua kasus tersebut tak ditemukan adanya peristiwa atas dua pelaporan tersebut.
“Berdasarkan gelar perkara tadi sore, terhadap kedua perkara ini, kita hentikan penyidikannya (SP3-Surat Perintah Penghentian Penyidikan),” begitu kata Andi di Mabes Polri, di Jakarta, Jumat (12/8) malam.
Andi menjelaskan, tim penyidikan Bareskrim Polri sudah mengkaji, dan meneliti terkait penanganan kasus yang sempat dalam proses penyidikan di Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel), dan Polda Metro Jaya tersebut. “Dari hasil gelar perkara bersama Kabareskrim, kita tidak menemukan adanya peristiwa pidana,” begitu kata Andi Rian menambahkan.
Penghentian penyidikan dua kasus tersebut, seperti pernah disampaikan oleh Kabareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto, Rabu (10/8). Dari penyidikan, tak ada ditemukan fakta peristiwa pidana, terkait pelaporan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi Sambo tersebut. “Bahwa dari pelaporan itu, tidak ditemukan adanya peristiwa pidana,” begitu ujar Andi Rian.
Dua kasus dugaan pembunuhan, dan ancaman kekerasan, serta pelecehan, atau pencabulan ini, adalah irisan kasus, dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J. Dua kasus tersebut, laporan pertama, terkait tuduhan dugaan pembunuhan, dan ancaman kekerasan terhadap Bhadara RE, dan Putri Sambo, istri dari Irjen Ferdy Sambo.
Peristiwa dalam tuduhan itu, dikatakan terjadi pada Jumat (8/7) sekira pukul 17:00 WIB di rumah dinas kompleks Polri di Duren Tiga 46, Pancoran, Jakarta Selatan (Jaksel). Pelaporan model-A itu, dilakukan oleh Briptu Martin Gabe, di Polres Metro Jaksel, dengan sangkaan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 53 KUH Pidana. Pihak terlapor, adalah Brigadir J.
Laporan kedua, terkait dengan sangkaan pelecehan seksual, atau pencabulan, atau pemaksaan seksual. Laporan kedua ini, menggunakan sangkaan Pasal 289 KUH Pidana, dan Pasal 335 KUH Pidana, atau Pasal 4 juncto Pasal 6 UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (PKS).
Laporan ini, dilakukan oleh Irjen Sambo, dan Putri Sambo, pada Sabtu (9/7) di Polres Metro Jaksel. Adapun pihak terlapor, adalah Brigadir J. Dalam laporan tersebut, juga disebutkan pihak korban, adalah Putri Sambo, dan dikatakan peristiwa tersebut terjadi di rumah dinas kompleks Polri di Duren Tiga 46, Pancoran, Jaksel.
Dua pelaporan tersebut, sebetulnya pangkal awal terungkapnya kematian Brigadir J. Kasus tersebut, sempat ditangani oleh Pores Metro Jaksel, sejak pelaporan. Pada Selasa (12/7), Polres Jaksel sempat merilis peningkatan pelaporan tersebut menjadi penyidikan.
Disebutkan dalam pernyataan resmi Polres Jaksel, peristiwa kematian Brigadir J itu, dikarenakan terjadinya adu-tembak antara Brigadir J dengan Bharada RE, Jumat (8/7) di rumah dinas Irjen Sambo, di kompleks Polri, di Duren Tiga, Jaksel. Dalam adu-tembak tersebut, dikatakan Bharada RE, terpaksa menembak mati Brigadir J.
Bharada RE, dan Brigadir J, adalah sama-sama anggota Polri, yang berdinas tugas di divisi Propam Polri, di bawah komando Irjen Sambo selaku Kadiv Propam. Keduanya, merupakan ajudan Irjen Sambo. Disebutkan oleh Polres Jaksel, motif adu tembak tersebut berawal dari aksi nekat Brigadir J yang masuk ke kamar Putri Sambo.
Diduga aksi tersebut, berniat amoral, untuk melakukan pelecehan seksual, atau pencabulan. Dalam peristiwa itu juga, dikatakan Polres Jaksel, Brigadir J, sempat melakukan penodongan senjata ke kepala Putri Sambo.
Karena ketakutan, Putri Sambo, teriak-teriak minta tolong. Bharada RE yang mendengar teriakan tersebut, menghampiri Brigadir J, dan menanyakan kejadian tersebut. Namun, rekannya itu, merespons Bharada RE, dengan tembakan. Disebutkan, Brigadir J melepas tembakan ke Bharada RE menggunakan pistol HS-16. Namun tujuh peluru yang keluar tak ada yang kena. Bharada RE membalas dengan senjata Glock-17. Dari tembakan balasan tersebut, dikatakan lima peluru menewaskan Brigadir J ditempat.
Penjelasan Polres Metro Jaksel itu, yang sempat menjadi motif resmi institusi Polri untuk menjawab kematian Brigadir J. Penyidikan di Polres Jaksel itu, pun diambil alih penyidikannya ke Polda Metro Jaya, Selasa (19/7). Tim dari Polda Metro Jaya, bahkan sempat melakukan rekonstruksi, dan gelar perkara di Mapolda Metro Jaya, dan di tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinas Irjen Sambo, di Duren Tiga, pada Jumat (22/7), dan Sabtu (23/7).
Namun, kasus tersebut, pun disupervisi oleh Bareskrim Polri, pada Jumat (29/7). Supervisi tersebut, karena Bareskrim Polri, menerima laporan dugaan pembunuhan, pembunuhan berencana, dan penganiyaan yang menghilangkan nyawa terkait kematian Brigadir J.
Dari penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri itu, terungkap dua pelaporan yang semula ditangani Polres Jaksel, dan Polda Metro Jaya, adalah peristiwa tak ada faktanya. Penyidikan Bareskrim Polri, malah mengungkap peristiwa kematian Brigadir J, terjadi karena adanya pembunuhan, dan pembunuhan berencana.
Empat tersangka sudah ditetapkan dalam kasus pembunuhan Brigadir J tersebut. Tersangka awalan, Bharada RE, ditetapkan pada Rabu (3/8) malam. Tersangka kedua, Bripka Ricky Rizal (RR) ditetapkan, pada Ahad (7/8).
Puncaknya pada Selasa (9/8), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen Sambo sebagai tersangka, bersama satu pembantu rumah tangga, inisial KM. Terungkap dalam penyidikan, pembunuhan terhadap Brigadir J, dilakukan terencana atas dalang, dan otak pembunuhan adalah Irjen Sambo.
Kapolri mengatakan, Bharada RE yang menembak mati Brigadir J, atas perintah Irjen Sambo. Penembakan itu, menggunakan senjata milik Bripka RR. Namun Irjen Sambo merekaya kejadian tersebut seolah menjadi insiden tembak-menembak.