REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran Polda Metro menelusuri laporan adanya pohon biji koka atau bahan baku kokain. Hasilnya pohon yang dimaksud sudah mati. Penelusuran ini berawal dari kasus ekspor biji koka yang dilakukan tersangka berinisial SDS (53).
"Kalau masalah yang di Kebun Raya Bogor bahwa pohonnya di sana sudah mati tahun 2022 ini dan memang ada izinnya. Kemarin waktu kami cek ke sana, kami lihat kemarin sudah meranggas (pohonnya) sudah mati," ujar Kepala Subdirektorat III Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, AKBP, Danang Setiyo Pambudi kepada awak media, Kamis (11/8).
Dalam kasus ini, tersangka SDS juga kedapatan menanam pohon koka di kediamannya dan bibitnya didapatkan dari Kebun Raya Bogor. Selain ia juga mmendapatkanya Kebun Balitro Lembang. Biji itu diperolehnya dari seorang penjaga kebun Balitro Lembang dengan mengatakan membutuhkan biji-biji tersebut untuk digunakan sebagai penelitian tanaman obat.
Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Mukti Juharsa mengatakan pelaku memang punya latar belakangnya merupakan jebolan Institut Pertanian Bogor. Pohon koka di Kebun Raya Bogor, digunakan untuk penelitian dimulai sejak tahun 1978.
"Kami sudah cek kepada otoritas di Lembang, betul itu untuk penelitian itu dimulai dari tahun 1978 sampai sekarang masih berlaku," kata Mukti.
Sebelumnya, pengekspor biji kokain yang dicokok polisi, SDS (51) kepada penyidik mengaku telah menanam pohon koka sejak tahun 2003. SDS mengklaim awalnya dapat biji koka dari Kebun Raya Bogor.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya serta Bea dan Cukai menggagalkan ekspor biji kokain dari dalam negeri ke luar negeri. Tersangka menjual biji-biji koka ini melalui website. Adapun websitenya itu dibuat sendiri dengan cara membeli di luar negeri, kemudian ia menyertakan gambar foto-foto biji koka dalam situs penjualannya tersebut. (Ali Mansur)