Senin 08 Aug 2022 11:33 WIB

Meriahnya Perayaan Hoyak Tabuik di Pariaman pada Masa Kolonial Belanda

Pada tahun 1936 sempat memicu perkelahian serius antara penduduk dua kampung.

Perayaan Tabuik di Parimanan pada tahun 1936.
Foto:

Tabuik yang disebut  festival Hasan-Husain, menurut Vogt dirayakan selama sepuluh hari pertama bulan pertama tahun Muhammad untuk memperingati kesyahidan Hasan dan Husain, putra Ali Oleh Fatimah. Advont Post menyebut Tabuik adalah menara berbentuk perangkat teralis dan kertas berwarna, yang dibawa dalam prosesi pada hari terakhir hari Asyura.

Dua tahun kemudian, kembali perayaan Tabuik diliput media. Sorak sorai “Hoyak-hoyak Hosen...!”, “Hassan-Hussain”...!”  “Hassan-Hussain...!” terus menggema sepanjang dua tabuik diarak keliling kampung. Deli Courantmenyebut perayaan hari Asyura ini sebagai “Kemeriahan Hari Raya Orang Minangkabau di Padang dan Pariaman” (Deli courant, 12 Maret 1938).  

Bahkan Deli Courant mewartakan, beberapa hari kemeriahan Tabuik yang berlangsung di pinggir pantai Barat Sumatra itu, telah dirayakan sejak dahulu kala. Sepanjang hari para penduduk kampung berkeliling dengan tabuik-tabuiknya dengan membawa gendang. 

Memasuki malam hari, makin banyak orang Padang dan Pariaman yang keluar menyaksikan Tabuik itu.. Mereka berbaris di belakang Tabuik hasil karya seni kampung mereka dalam arak-arakan panjang di bawah pengawasan ketat veldpolitie. 

Dalam prosesi hari kesepuluh, satu atau lebih Tabuik dibawa. Tabui berupa perangkat teralis dan kertas berwarna berbentuk menara tinggi, yang dinyalakan dengan indah pada malam hari kesepuluh. 

Mereka yang terlibat mendekorasi, membuat monumental kuburan atau usungan. Pada sore hari kesepuluh, para tabut dibawa dalam prosesi ke sungai kecil, jurang atau — seperti di Padang dan Pariaman — ke pantai laut dan dibuang ke air. Kebiasaan ini menurut Deli Courant adalah kebiasaan yang mungkin dipinjam dari upacara India. 

Meskipun perayaan Tabuik sebenarnya milik negara-negara Syiah, Deli Courant menulis, “festival ini telah menemukan jalannya ke daerah lain, di mana Syiah dulu memiliki pengaruh penting, di mana bahkan banyak umat Hindu berpartisipasi. Mungkin budaya ini dipindahkan ke kepulauan kita (baca: Nusantara)”.

Sampai kini, perayaan Tabuik tetap diselenggarakan di Pariaman. Namun,  perayaan yang menyedot perhatian masyarakat itu, bukanlah menjadi bagian dari ritual ibadah, melainkan tradisi yang tetap dijaga dan dilestarikan.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement