Selasa 02 Aug 2022 14:52 WIB

Bacakan Pleidoi, Penyuap Ditjen Pajak Singgung Pertanggungjawaban Korporasi

JPU diminta membuktikan terdakwa sedang mengemban tugas perseorangan atau korporasi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) Ryan Ahmad Ronas (kedua kiri).
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) Ryan Ahmad Ronas (kedua kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Ryan Ahmad Ronas menyinggung pertanggungjawaban korporasi dalam kasus suap pajak yang menimpa kliennya. Kuasa hukum menegaskan tindakan Ryan seharusnya menjadi pertanggungjawaban korporasi.

Ryan merupakan konsultan pajak Foresight Consulting yang terjerat perkara dugaan suap manipulasi pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) senilai Rp 15 miliar. Suap tersebut diberikan kepada sejumlah pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu.

Baca Juga

Kuasa hukum Ryan, Maranganap Sirait mempertanyakan pembuktian unsur dakwaan 'setiap orang' sebagaimana diatur tegas dalam UU Tipikor. Menurutnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) wajib membuktikan apakah terdakwa sedang mengemban tugas perseorangan atau korporasi dengan pertanggungjawaban korporasi.

"Terdakwa pada saat bertindak jadi konsultan pajak, bukan sebagai inisiator (korupsi), bukan untuk kepentingan pribadi atau perseorangan," kata Maranganap dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakpus pada Selasa (2/8/2022).

Tim kuasa hukum Ryan menyatakan, kliennya tengah melaksanakan tugas perusahaan dalam perkara yang disoal KPK. Sehingga tim kuasa hukum menilai tanggung jawab mestinya dibebankan kepada perusahaan.

"Yang melakukan oleh korporasi, yang melakukan pembagian tugas jenis kerja apa yang hendak dilakukan oleh korporasi. Jadi pelaksanaannya bukan dilakukan terdakwa II (Ryan)," ujar Maranganap.

Selain itu, kuasa hukum Ryan menemukan dalam keterangan saksi di persidangan menyebutkan Foresight Consulting masih melakukan kerja sama dengan PT GMP walau perkara kliennya sudah diproses di PN Tipikor. "Jelas membuktikan tindakannya (Ryan) korporasi, bukan perseorangan. Faktur pajak juga ditandatangan partner foresight," kata Maranganap.

Kuasa hukum Ryan juga meyakini unsur korupsi sebagaimana disebutkan dalam tuntutan terhadap kliennya tidak terpenuhi. Ia menyoal tempus delicti dan locus delici kejadian yang didakwakan oleh JPU.

"Surat dakwaan dibuat JPU tidak lengkap, dimana locus delicti seharusnya diuraikan. Namun dibuat cacat hukum dan tidak cermat. Padahal, sumber uang suap menurut dakwaan berasal dari Lampung yang menjadi penggunaan locus delicti," tegas Maranganap.

Sebelumnya, JPU KPK menuntut Ryan Ahmad Ronas dengan hukuman empat tahun penjara. Ryan dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

JPU KPK turut menuntut Ryan agar dikenakan pidana denda senilai Rp 200 juta. Jika tidak dapat membayar denda, maka diganti dengan hukuman penjara sepanjang enam bulan.

Kemudian, JPU KPK menuntut pidana tambahan kepada Ryan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 750 juta rupiah. Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Ryan didakwa menyuap pegawai Ditjen Pajak senilai Rp 15 miliar. Uang suap tersebut ditujukan agar Ditjen Pajak menerima hasil rekayasa penghitungan pajak PT GMP pada 2016. Para penerima suap itu diantaranya Yulmanizar, Febrian, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak yang merupakan pegawai Ditjen Pajak.

Wawan Ridwan tercatat sudah divonis sembilan tahun penjara, sementara Alfred Simanjuntak delapan tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement