Selasa 02 Aug 2022 01:37 WIB

Pakar: Hasil Program Food Estate di Lahan yang Stabil Lebih Produktif

Pakar sebut hasil program Food Estate di lahan yang stabil lebih produktif

Lahan pertanian (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Lahan pertanian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, mengatakan hasil program Food Estate di lahan stabil atau sudah digarap dalam jangka waktu yang lebih lama memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan bukaan baru.

"Saya mengunjungi beberapa spot di Kalimantan Tengah yang dibina langsung oleh Kementerian Pertanian, hasilnya bagus. Tapi untuk lahan yang sudah 'jadi', di sana sudah stabil," kata Bustanul, Senin (1/8/2022).

Baca Juga

Bustanul Arifin yang juga merupakan Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung,  mencontohkan lokasi Food Estate di Pandih Batu dan Belanti Siam, Kalimantan Tengah menunjukkan kemajuan yang cukup baik. Kedua wilayah tersebut, kata Bustanul, juga mendapat pendampingan secara reguler oleh Kementerian Pertanian mulai dari memberikan advokasi, penyuluhan, bahkan menyalurkan bantuan benih dan bibit padi serta hortikultura lain, dan hewan-hewan ternak.

"Di situ bagus. Hasilnya ya memang tidak setinggi di Jawa, tapi produksinya 4 ton hingga 5 ton padi per hektare. Kalau di Jawa kan produksi padi 6 ton per hektare. Baru saya kepikiran, jangan-jangan untuk hal seperti itu pendampingan menjadi hampir mutlak," ujarnya.

Bustanul menyebut rata-rata produktivitas beras di Indonesia mulai membaik yang ditandai oleh peningkatan produktivitas dari 5,13 ton per hektare di 2020 menjadi 5,23 ton per hektare di 2021.

"Produktivitas beras pada 2021 mulai pulih. Tahun 2022 ekonomi beras lebih kompleks karena ancaman krisis. Inovasi baru dan perubahan teknologi menjadi amat krusial untuk menjawab tantangan baru ke depan," katanya.

Menurut Bustanul, perlu strategi antisipasi dan aneka kebijakan ketahanan pangan ke depan. Dalam jangka menengah, kata dia, dibutuhkan pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, serta kerja sama Quadruple Helix ABGC (academic, bussines, government, community).

Quadruple Helix merupakan model inovasi yang menekankan pada kerja sama antara empat unsur, yaitu pemerintah daerah/otoritas publik, industri, universitas/sistem pendidikan, dan komunitas masyarakat/pengguna.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Edi Santosa sebelumnya mengaku optimistis program Food Estate mampu mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan dunia seperti yang dicita-citakan Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian berupaya mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia atau world food storage pada 2045. "Indonesia sebagai lumbung pangan dunia sangat mungkin, syaratnya harus betul-betul serius," kata Edi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement