Benget mengatakan banyak perokok yang mengutamakan pengeluaran mereka untuk membeli rokok dibandingkan membeli bahan makanan. Hal itu berisiko menyebabkan kekurangan gizi di keluarga.
"Dari beras, baru rokok, baru yang lain, susu, protein itu nomor tiga sehingga angka stunting kita meningkat," katanya.
Salah satu upaya Kementerian Kesehatan untuk menekan prevalensi perokok muda adalah mengirimkan surat kepada 10 kementerian/ lembaga untuk menerapkan kawasan tanpa rokok di kantor masing-masing. Pihaknya juga mengapresiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang telah memasukkan kurikulum tentang bahaya merokok ke dalam kurikulum sekolah serta mewajibkan seluruh guru tidak boleh merokok di sekolah.
"Seluruh guru itu tidak boleh merokok dan enggak boleh guru menyuruh anaknya/ muridnya untuk beli rokok," katanya.