REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut aliran uang yang diterima tersangka Edy Wahyudi (EW) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pengusutan itu dengan memeriksa dua saksi di Gedung Polresta Kota Balikpapan, Selasa (26/7/2022), yakni Rosadi Sudjarwono selaku pihak swasta dan Dwi Suhartini selaku pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
"Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan aliran sejumlah (dana) yang diterima tersangka EW yang berasal dari uang proyek pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 pada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Tersangka EW merupakan Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY sekaligus menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK). Ia telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Sugiharto (SGH) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Arsigraphi (AG) dan Heri Sukamto (HS) selaku Dirut PT Permata Nirwana Nusantara (PNN) dan Direktur PT Duta Mas Indah (DMI).
Dalam konstruksi perkara, pada tahun 2012, Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY mengusulkan proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan tersebut disetujui dan anggarannya dimasukkan dalam alokasi BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
EW diduga secara sepihak menunjuk langsung PT AG dengan SGH selaku dirut untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaan, yang salah satunya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Dari hasil penyusunan anggaran di tahap perencanaan yang disusun SGH tersebut, KPK mengungkapkan dibutuhkan anggaran senilai Rp 135 miliar untuk lima tahun.
KPK menduga ada beberapa nilai jenis pekerjaan yang nilainya di-markup dan langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dulu. Khusus di tahun 2016, disiapkan anggaran senilai Rp 41,8 miliar dan di tahun 2017 disiapkan anggaran Rp 45,4 miliar.
Jenis pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut antara lain penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion, yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh EW. Dalam pengadaan tahun 2016, KPK menduga HS bertemu dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang.
Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut pada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang. Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan, beberapa pekerja diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 31,7 miliar.