REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Aparat kepolisian memutuskan untuk melakukan proses diversi terhadap kasus perundungan yang diduga menyebabkan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia. Proses diversi itu dilakukan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Bimbingan Klien Anak, Balai Permasyarakatan (Bapas) Kelas II Garut, Rustikawati, mengatakan, pihaknya merekomendasikan pelaksanaan diversi dalam perkara perundungan tersebut. Dalam pelaksanaan diversi itu, ketiga anak yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perundungan akan dikembalikan kepada orang tua mereka masing-masing.
"Ketiga orang anak ini memang sudah menjadi tersangka, tapi dilakukan diversi. Kami akan melakukan pengawasan selama tiga bulan," kata dia di Polres Tasikmalaya, Selasa (26/7/2022).
Dalam melakukan pengawasan, Bapas akan berkolaborasi dengan instansi terkait untuk melakukan pembinaan. Pihaknya juga akan melakukan evaluasi secara berkala terkait proses pengawasan dan pembinaan itu.
"Kalau anak ini melakukan kasus yang sama, tentu diversi itu tak berhasil dan dilanjutkan ke proses hukum selanjutnya," ujar Rustikawati.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengatakan, ketiga anak yang diduga melakukan perundungan itu memang sudah menjadi tersangka. Namun, langkah diversi yang telah direkomendasikan Bapas Kelas II Garut telah disetujui oleh semua pihak yang terlibat, baik pihak korban maupun tersangka.
"Alhamdulillah semua pihak telah sepakat untuk melakukan diversi," kata dia.
Ato menegaskan, proses diversi merupakan jawaban hukum yang akan ditetapkan pengadilan. Artinya, keputusan itu merupakan hasil dari proses hukum. Mengacu pada Undang-Undang SPPA, apabila ancaman hukuman di bawah 7 tahun, penegak hukum wajib melaksanakan prosss diversi dengan ketentuan yang berlaku.
Dia menambahkan, proses diversi itu juga telah melibatkan keluarga korban. Dalam hal ini, keluarga korban sepakat agar pelaku dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing.
"Karena masih satu kampung, kami juga harus memperhatikan faktor sosial. Keluarga juga sepakat," kata dia.