Senin 25 Jul 2022 17:59 WIB

Kasus Perundungan Anak Naik ke Penyidikan di Saat Wagub Belum Yakin

Polda belum temukan indikasi keterlibatan dewasa di kasus perundungan Tasikmalaya.

Seorang anak di Tasikmalaya Jawa Barat diduga depresi hingga akhirnya meninggal setelah dirundung untuk secara paksa melakukann tindakan tidak pantas ke seekor kucing.
Foto:

Penanganan kasus dugaan perundungan yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya masih terus berjalan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) masih terus melakukan pendalaman terkait penyebab terjadinya peristiwa itu.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengatakan, pihaknya tidak hanya fokus pada peristiwa itu. Ia meyakini ada indikator lain alasan anak terduga pelaku melakukan perundungan terhadap korban. "Artinya ada sebuah peristiwa yang terjadi sebelumnya," kata dia, Senin (25/7/2022).

Ia menilai, baik korban maupun pelaku dalam kasus itu, sejatinya adalah korban. Mereka adalah anak-anak yang menjadi korban dari lemahnya pola asuh di keluarga dan kurangnya pengawasan dari lingkungan sekitar.

"Kami berpikir jangan dulu bicara sanksi, karena anak pelaku itu sudah mulai mengalami perundungan. Ini ironis, kita menolak bullying, tapi melakukannya," kata dia.

Ato mengatakan, saat ini proses penyelidikan terkait kasus itu terus berjalan di aparat kepolisian. Ia meminta seluruh masyarakat menyerahkan kasus itu kepada pihak yang berwenang.

"Apapun hasilnya, itu merupakan yang terbaik untuk anak-anak," ujar dia.

Ia juga mengajak kepada semua pihak untuk terus menjaga anak-anak. Sebab, saat ini anak-anak sudah secara langsung berhadapan dengan dunia digital. "Ketika ini tidak disikapi dengan bijak, anak-anak akan menjadi korban," kata dia.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya juga terus memantau kondisi tiga anak yang menjadi terduga pelaku kasus perundungan. Ketiga anak itu saat ini masih berada di rumah aman P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya.

Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, mengatakan, anak-anak itu dalam kondisi sehat. Saat ini, anak-anak itu sedang menjalani pemeriksaan oleh psikolog, sehingga kondisi psikisnya dapat dipastikan tak lagi terganggu.

Ia mengakui, kasus perundungan di Kabupaten Tasikmalaya memang sudah menjadi perhatian nasional. Namun, anak-anak itu tidak tahu."Di rumah aman, anak-anak tak diperkekankan menonton televisi dan membuka ponsel. Kami jaga kondisi anak," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (25/7/2022).

Sementara itu, para orang tua mereka disebut sudah sadar terkait kesalahannya, meski dalam pemberitaan yang beredar dinilai tak semuanya terjadi. Orang tua para terduga pelaku telah berkomitmen untuk memperbaiki pola asuh, komunikasi, pengawasan, serta menjaga kondisi mental anak-anaknya.

An'an menambahkan, pihaknya juga akan berjejaring dengan desa tempat tinggal para terduga pelaku. Menurut dia, saat ini juga sudah dibentuk aktivis perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM) di lingkungan itu

"Kami juga akan meningkatkan peran bunda desa. Selain itu, kami akan memantau perkembangan anak, juga berkoordinasi dengan para gurunya dan memantau pola asuh orang tua, sebelum memastikan kondisi anak pulih," kata dia.

Ihwal adanya dorongan untuk islah, An'an menyebut telah melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) pada Senin siang. Dalam pertemuan itu, kelanjutan kasus perundungan tersebut akan diserahkan kepada pihak berwenang, yaitu kepolisian.

"Namun, semua berharap, apapun keputusannya adalah yang terbaik untuk anak, sehingga tidak terjadi lagi perundungan," ujar dia.

Kasus perundungan anak di Tasikmalaya yang menyebabkan kematian korban membuka tabir masih tingginya angka kasus kekerasan anak di Jawa Barat. Bahkan, pada 2021, jumlahnya naik dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Kepala UPTD PPA Jabar, Anjar Kusdinar, kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di Jabar pada 2021 berdasarkan data simfoni-PPA yang terlaporkan itu keseluruhan ada 1.677 kasus.

"Itu total kasus yang terlaporkan. Tetapi untuk kasus yang korbannya anak ini kurang lebih sekitar 1.088 korban ya di tahun 2021. Simfoni itu sistem informasi perlindungan perempuan dan anak itu milik Kementerian PPA ya," ujar Anjar.

Anjar menjelaskan, anak-anak tersebut menjadi korban dari berbagai bentuk kekerasan. Di antaranya, kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, dan trafficking.  "Itu semua memang ada lah. Cuma memang jumlahnya yang berbeda-beda tetapi jenis-jenis kekerasan itu kalau dikatakan paling banyak ya fisik psikis," kata Anjar.

Anjar mengatakan, kalau berbicara data trendnya memang meningkat karena angkanya meningkat dari tahun sebelumnya. Tapi mungkin, pihaknya ingin garis bawahi itu bahwa masyarakat itu sadar bahwa kasus kasus ini harus dilaporkan.

"Dan juga ini berkat mungkin layanan yang diberikan baik itu pemerintah atau dari organisasi masyarakat yang penyelenggara layanan, sudah lebih baik dan sudah bisa dijangkau oleh masyarakat," katanya.

Jadi, kata dia, masyarakat sudah bisa sadar bahwa hal itu merupakan kasus yang harus dilaporkan. Mereka, tidak menganggap hal itu merupakan aib atau malu buat keluarga.

photo
Tips agar anak terhindar dari pelecehan seksual. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement