REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan bahwa dua pemilihan presiden (Pilpres) telah melahirkan polarisasi yang merupakan dampak dari politik identitas. Kendati demikian, politik identitas tak melulu negatif.
Ia mengutip mantan ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif yang menyampaikan tiga bentuk politik identitas, yakni good, bad, dan ugly. Politik identitas disebut baik ketika ia menjadi ciri bagi sebuah partai atau kelompok politik.
"Setiap kelompok memang akan melahirkan identitasnya masing-masing. Setiap kelompok bahkan harus melahirkan identitasnya. Kelompok politik yang baik adalah kelompok yang mampu membangun identitas diri yang kemudian menjadi pembeda antara ia dengan kelompok yang lain," ujar Surya dalam orasi ilmiahnya sebelum menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Malang, Senin (25/7/2022).
Namun, identitas itu tidak membuatnya merasa eksklusif atau tidak mau mengenal yang lain. Sebaliknya, mereka tetap mampu bersikap inklusif, bersedia berinteraksi, dan siap mengenal hal yang berbeda dengan kelompoknya.
Kelompok tersebut menyadari bahwa manusia adalah agen multi-identitas. Ada identitas suku, organisasi, agama, politik, hingga identitas kebangsaan yang dimiliki oleh masyarakat.
"Sebagaimana juga yang India tidak semua beragama Hindu, civitas akademika Universitas Brawijaya tidak semua berasal dari Jawa Timur atau beragama Islam. Demikian juga dengan partai dan kelompok politik lainnya, semua anggotanya pasti memiliki identitas yang beragam dan tidak tunggal," ujar Surya.
Politik identitas yang tidak baik atau bad adalah mereka yang bersikap eksklusif dan tidak mau mengenal yang lain. Mereka membatasi diri dalam berteman atau bekerja sama.
"Mungkin mereka tidak mengganggu namun cara pandang dan berpikirnya menjadi sempit. Melihat sesuatu selalu dari sudut pandangnya, kurang empati," ujar Surya.
Sedangkan politik identitas yang buruk atau ugly adalah sesuatu yang dapat merusak. Surya mengatakan, praktik politik semacam ini tidak hanya picik, tetapi juga membodohi masyarakat yang dapat membuat perpecahan masyarakat.
"Ia berdiri di atas kesadaran bahwa identitasnya-lah yang paling unggul dan kelompoknya-lah yang paling benar. Maka, identitas lain tidak hanya harus menjadi nomor dua akan tetapi juga harus dikalahkan atau ditiadakan jika perlu," ujar Surya.