REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada 2022 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang semester 1/2022, kasus yang dilaporkan naik 40 persen dari semester 1/2021.
Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangsel mencatat, jumlah kasus kekerasan anak dan perempuan di Tangsel pada Januari hingga Juni 2022 sebanyak 129 kasus. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2021 sebanyak 78 kasus atau naik sekitar 40 persen.
"Dibanding tahun lalu dengan periode yang sama memang ada kenaikan," ujar Kepala UPTD P2TP2A Kota Tangsel, Tri Purwanto, Ahad (24/7/2022).
Tri menjelaskan, dari 129 kasus yang ada pada semester 1/2022, ada 14 kasus dialami anak laki-laki, 46 kasus pada anak perempuan, dan 69 kasus pada perempuan dewasa. Perinciannya per bulan yakni Januari sebanyak 25 kasus, Februari 18 kasus, Maret 23 kasus, April 21 kasus, dan Mei 17 kasus, serta Juni 25 kasus.
Adapun secara kewilayahan, tercatat sebanyak 13 kasus di Kecamatan Serpong, satu kasus di Serpong Utara, dan 26 kasus di Ciputat. Lalu 15 kasus di Ciputat Timur, 29 kasus di Pamulang, 26 kasus di Pondok Aren, 15 kasus di Setu, dan empat kasus di luar Tangsel yang ditangani P2TP2A Tangsel.
Tri menuturkan, terjadinya kenaikan kasus kekerasan pada anak dan perempuan terjadi seiring semakin sadarnya masyarakat untuk melaporkan kasus tersebut ke pihaknya. Kesadaran itu, kata dia diantaranya didorong dengan adanya banyak pemberitaan di media mengenai kekerasan pada anak dan perempuan.
"Akhirnya mereka berani mengadukan kasus apapun kekerasan yg terjdi pada anak dan perempuan, jadi mereka otomatis datang ke sini semua," ujarnya.
Tri menyebut, masyarakat yang melaporkan ke pihaknya dibantu dengan berbagai upaya yang dibutuhkan. Mulai dari hanya konseling hingga pendampingan jika ingin dilanjutkan ke jalur hukum.
Dia mengimbau masyarakat agar lebih berani mengungkap kejahatan tersebut, sekalipun yang menjadi pelaku adalah orang terdekat. Pasalnya, menurut penuturannya, banyak pelaku kekerasan dilakukan oleh orang terdekat dan menyebabkan korban takut untuk mengungkapnya.
"Ini kan pelakunya rata-rata orang terdekat, istilahnya bukan orang yang tidak diketahui oleh si korban tapi orang yang diketahui oleh si korban dan itu yang rata-rata korban tidak berani bicara," ungkapnya.
Dengan masih tingginya kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Tangsel, Tri memastikan pihaknya terus melakukan langkah sosialisasi pencegahan bersama dinas terkait.
"Untuk sosialisasi kami tetap lakukan untik mencegah kekerasan. Terus bagaimana kalau masyarakat mengalami itu dan tidak berani bicara, takut aib, dan segala macam, silahkan hubungi kami, jadi kami fasilitasi," tuturnya.